Lebanon. Foto: Unsplash.
Texas: Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan reformasi ekonomi Lebanon tidak cukup untuk membantu mengangkat negara itu keluar dari krisis ekonomi.
Kepala Misi IMF yang mengunjungi Lebanon Ernesto Ramirez Rigo mengatakan krisis pengungsi yang sedang berlangsung di Lebanon, pertempuran dengan Israel di perbatasan Selatan dan dampak perang di Gaza memperburuk situasi ekonomi yang sudah mengerikan.
Pasukan Israel dan Hizbullah Lebanon saling baku tembak di perbatasan selatan Lebanon sejak perang di Gaza pecah pada Oktober tahun lalu. Israel melancarkan serangannya ke Gaza menyusul serangan pimpinan Hamas terhadap komunitas Israel selatan pada 7 Oktober yang menewaskan 1.200 orang dan menyandera lebih dari 250 orang.
Sejak itu, serangan Israel telah menewaskan lebih dari 35 ribu orang, dan ribuan lainnya dikhawatirkan terkubur di bawah reruntuhan, menurut otoritas kesehatan Gaza.
"Konflik tersebut telah menyebabkan sejumlah besar orang mengungsi dan menyebabkan kerusakan pada infrastruktur, pertanian, dan perdagangan di Lebanon selatan. Bersamaan dengan penurunan pariwisata, tingginya risiko yang terkait dengan konflik menciptakan ketidakpastian yang signifikan terhadap prospek perekonomian,” kata Rigo, dilansir
Arab News, Jumat, 24 Mei 2024.
Reformasi fiskal dan moneter yang dilakukan oleh kementerian keuangan Lebanon dan bank sentral, termasuk langkah-langkah untuk menyatukan berbagai nilai tukar pound Lebanon dan menahan kemerosotan mata uang, telah membantu mengurangi tekanan inflasi. Namun, dia mengatakan masih banyak yang harus dilakukan jika Lebanon ingin meringankan krisis keuangannya.
"Langkah-langkah kebijakan ini tidak memenuhi apa yang diperlukan untuk memungkinkan pemulihan dari krisis. Deposito bank tetap dibekukan, dan sektor perbankan tidak mampu memberikan kredit kepada perekonomian, karena pemerintah dan parlemen tidak mampu menemukan solusi terhadap krisis perbankan," tambah dia.
Mengatasi kerugian perbankan dan nasabah
Dia menuturkan upaya mengatasi kerugian bank sambil melindungi nasabah semaksimal mungkin dan membatasi penggunaan sumber daya publik yang langka dengan cara yang kredibel dan layak secara finansial sangat diperlukan untuk meletakkan landasan bagi pemulihan ekonomi.
Sejak perekonomian Lebanon mulai terpuruk pada 2019, mata uangnya telah kehilangan sekitar 95 persen nilainya, bank-bank telah mengunci sebagian besar simpanan mereka dari tabungan mereka dan lebih dari 80 persen penduduknya telah tenggelam di bawah garis kemiskinan.
Krisis ini meletus setelah berpuluh-puluh tahun terjadi pemborosan belanja dan korupsi di kalangan elit penguasa, yang beberapa di antaranya memimpin bank-bank yang memberikan pinjaman besar kepada negara. Pemerintah Lebanon memperkirakan kerugian dalam sistem keuangan berjumlah lebih dari USD70 miliar, yang sebagian besar terjadi di bank sentral.