Dino Patti Djalal Peringatkan Runtuhnya Tatanan Dunia Berbasis Aturan

Pendiri FPCI Dino Patti Djalal dalam acara Conference of Indonesian Foreign Policy di Jakarta, Sabtu, 29 November 2025. (Metrotvnews.com)

Dino Patti Djalal Peringatkan Runtuhnya Tatanan Dunia Berbasis Aturan

Muhammad Reyhansyah • 29 November 2025 14:36

Jakarta: Kondisi global saat ini berada dalam fase paling rapuh sejak berakhirnya Perang Dunia II, dan tatanan dunia berbasis aturan tengah mengalami kemunduran serius, ucap pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) Dr. Dino Patti Djalal

Dalam sambutannya pada Conference on Indonesian Foreign Policy (CIFP) 2025 di Mal Kota Kasablanka, Jakarta, Sabtu, 29 November 2025, Dino menilai aturan internasional semakin runtuh, lembaga multilateral melemah, dan dunia sedang menghadapi krisis moral yang mengkhawatirkan.

“Kepercayaan terhadap tatanan global berbasis aturan berada di titik terendah. Banyak aturan dibuat, tetapi penerapannya tidak adil dan selektif. Ada tebang pilih dan pengecualian, sementara kekuatan besar menerapkan aturan hanya ketika sesuai dengan kepentingannya,” tegas Dino.

Ia menyebut bahwa selama puluhan tahun berkarier sebagai diplomat, ia belum pernah menyaksikan penurunan legitimasi hukum internasional sedalam dua tahun terakhir, terutama sejak pecahnya perang Rusia–Ukraina dan tragedi di Gaza.

Institusi Multilateral Dinilai Kian Lumpuh

Dino menjelaskan bahwa berbagai lembaga internasional kini berada di bawah tekanan berat. Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB), menurutnya, gagal merespons krisis global secara efektif karena hak veto para anggota tetap terlalu sering digunakan untuk kepentingan nasional masing-masing.

“WTO melemah, NPT tidak efektif. WHO, IOM, UNHCR, hingga World Food Programme tertekan oleh keterbatasan pendanaan dan rivalitas geopolitik,” ujarnya.

Ia menilai kondisi tersebut menciptakan kekosongan kepemimpinan global yang berbahaya. Tanda-tanda kemunduran juga tampak dari meningkatnya intoleransi, polarisasi, serta menguatnya politik identitas di berbagai negara.

“Sekarang segalanya dipersenjatai: perdagangan, keuangan, energi, migrasi, media, pendidikan, bahkan budaya,” kata Dino.

Ia juga menyoroti lonjakan belanja militer global yang kini mencapai sekitar USD2,7 triliun, tertinggi sejak era Perang Dingin. Di sisi lain, dunia justru tertinggal dalam agenda perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan.

“Hanya 17 persen target SDGs yang berada di jalur benar. Padahal, empat persen saja dari belanja militer global cukup untuk menghapus kemiskinan selamanya,” ungkapnya.

Krisis Moral Global

Dino menilai dunia tengah mengalami krisis nilai yang serius, di mana batas antara benar dan salah kian kabur. Menurutnya, kemunafikan, standar ganda, dan inkonsistensi kini menjadi “normal baru” dalam hubungan internasional.

Ia juga menegaskan bahwa nilai kemanusiaan yang seharusnya menjadi dasar hukum internasional semakin terpinggirkan. Dalam konteks konflik Gaza, Dino menyambut baik sikap Indonesia yang secara terbuka menegaskan terjadinya pelanggaran hukum internasional dan norma kemanusiaan.

Melemahnya tatanan berbasis aturan, lanjut Dino, membuat dunia kian dipenuhi rasa saling curiga dan kompetisi tidak sehat. Politik identitas menguat, multikulturalisme tertekan, dan multilateralisme terus melemah.

Ia mengingatkan, jika kondisi tersebut tidak diperbaiki, dunia akan menuju masa depan yang semakin panas, baik secara geopolitik maupun iklim. Ia merujuk pada proyeksi PBB bahwa bumi berada di jalur pemanasan sebesar 2,3 derajat Celsius, jauh di atas target Perjanjian Paris.

Meski menggambarkan situasi yang suram, Dino menegaskan bahwa Indonesia masih memiliki ruang dan kapasitas untuk berkontribusi memperbaiki kondisi global. Menurutnya, posisi Indonesia di berbagai forum seperti G20 serta rekam jejak kuat dalam multilateralisme merupakan modal penting untuk memperkuat kembali arsitektur global. (Kelvin Yurcel)

Baca juga:  CIFP 2025: Dominasi Barat Berakhir, Middle Power Tentukan Arah Dunia Baru

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
(Willy Haryono)