Patroli gabungan di sejumlah titik strategis wilayah Kabupaten Malang pada Senin malam, 1 September 2025. Dokumentasi/ Polres Malang.
Fajar Nugraha • 2 September 2025 20:58
London: Akademisi Indonesia di Britania Raya menyikapi kondisi yang terjadi di Tanah Air. Sejak 25 Agustus 2025, gelombang unjuk rasa melanda Indonesia untuk menolak tunjangan anggota DPR yang berlebihan dan kebijakan-kebijakan yang memberatkan rakyat. Aparat kepolisian merespons unjuk rasa damai dari kelompok mahasiswa dan masyarakat sipil dengan kekerasan.
Demonstrasi dan kekerasan meluas ke seluruh wilayah Indonesia. Per 2 September 2025, telah ada 10 warga sipil yang menjadi korban dari kekerasan yang dilakukan baik oleh aparat maupun oleh elemen masyarakat yang tidak bertanggung jawab (MagdaleneID), antara lain Affan Kurniawan (Jakarta), Sarina Wati (Makassar), Saiful Akbar (Makassar), Rusdamdiansyah (Makassar), Muhammad Akbar Basri (Makassar), Rheza Sendy Pratama (Yogyakarta), Sumari (Surakarta), Iko Juliant Senior (Semarang), Andika Lutfi Falah (Tangerang), dan Septinus Sesa (Manokwari).
“Sebagai akademisi Indonesia yang berdomisili di Britania Raya, kami berduka atas meninggalnya warga sipil yang tidak berdosa dan mengecam dengan tegas kekerasan yang dilakukan oleh aparat terhadap demonstrasi masyarakat sipil,” pernyataan para akademi pada 1 September 2025 yang diterima Metrotvnews.com, Selasa 2 September 2025.
“Kekerasan polisi, meninggalnya warga sipil dalam unjuk rasa damai, dan kerusuhan di berbagai daerah di Indonesia adalah tragedi kemanusiaan yang bisa berdampak buruk pada keutuhan bangsa,” imbuh pernyataan itu.
UUD 1945 telah menggariskan hak untuk berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat sebagai hak asasi warga negara Indonesia, yang tidak sepatutnya direspons dengan kekerasan. Tugas negara adalah menjaga hak tersebut dengan prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab dan keadilan sosial untuk seluruh rakyat Indonesia. Para akademis melihat masalah yang terjadi di Indonesia hari ini bersifat multi-sektoral.
Apa yang terjadi menjadi tuntutan masyarakat sipil Indonesia hari ini berakar dari masalah dari kebijakan pemerintah hari ini.
“Kami melihat bahwa tuntutan masyarakat sipil yang turun ke jalan semestinya direspons secara konstruktif oleh pemerintah dengan perbaikan kebijakan, bukan dengan kekerasan terhadap warga sipil. Sebagai warga Indonesia yang tinggal di Inggris Raya, kami bersepakat dengan elemen masyarakat sipil dan gerakan rakyat yang menuntut perubahan kebijakan yang signifikan, disertai dengan akuntabilitas dari lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif negara, beserta seluruh aparatur pemerintahan di semua tingkatan,” sebut para akademisi itu.
Atas dasar semangat untuk mendorong perbaikan bagi Indonesia hari ini, para menyatakan sikap untuk merespons situasi sosial dan politik Indonesia hari ini:
1. Mengecam kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian dan tindak penghakiman sepihak terhadap pengunjuk rasa baik oleh aparat negara maupun elemen masyarakat yang tidak bertanggungjawab di Jakarta, Yogyakarta, Makassar, dan daerah-daerah lain. Kami mendesak pihak yang bertanggung jawab, terutama pejabat-pejabat kepolisian terkait, untuk bertanggung jawab, minimal dengan mengundurkan diri. juga mendorong reformasi sektor keamanan dan kepolisian secara menyeluruh untuk memastikan aparat kepolisian dan institusi keamanan kita melaksanakan kerja secara profesional.
2. Mendesak Presiden untuk segera melakukan pergantian (reshuffle) dan perampingan kabinet secara menyeluruh untuk mewujudkan pemerintahan yang efisien dan akuntabel. Kami mendesak Presiden untuk mengevaluasi dan mengganti menteri-menteri yang gagal, tidak kompeten, memiliki konflik kepentingan dengan bisnis dan relasi politik, atau yang tersangkut kasus korupsi. Terutama menyoroti kinerja menteri dan kepala lembaga yang terkait dengan pengambilan kebijakan ekonomi, keuangan, agraria, kesejahteraan sosial, serta keamanan dan kepolisian untuk evaluasi lebih jauh.
3. Menuntut reformasi total pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). DPR harus lebih transparan dan terbuka terhadap audit. Selain itu, DPR harus menghentikan pengesahan kebijakan yang justru menambah kesenjangan sosial-ekonomi dan membebani rakyat.
Secara khusus, para akademisi meminta agar DPR meninjau ulang remunerasi yang tidak proporsional yang sangat jauh dari gaji minimum masyarakat, dengan patokan yang proporsional terhadap PDB Per Kapita Indonesia.
4. Menuntut pemerintah untuk secara serius menanggapi tuntutan rakyat dengan berfokus pada akar permasalahan dari tuntutan masyarakat hari ini, yakni ketimpangan ekonomi dan taraf hidup masyarakat yang rendah. Selain juga mendesak pemerintah untuk memperhatikan hak-hak pekerja transportasi daring, pekerja rumah tangga, masyarakat adat, Salah satunya, secara konkret, kami meminta agar pemerintah memperhatikan dan segera menanggapi secara serius tuntutan buruh dalam demonstrasi hari Kamis, 28 Agustus 2025. Pemerintah harus mengambil kebijakan yang berpihak pada masyarakat, bukan pada kepentingan segelintir elit yang memperkaya diri sendiri di saat masyarakat kehilangan lapangan pekerjaan.
5. Mengecam keras praktik pembagian jabatan sebagai imbalan politik baik di BUMN maupun lembaga negara. Praktek ini tidak hanya merusak profesionalisme, tetapi juga menjadi alat untuk membeli dukungan politik dan mengabaikan kompetensi. Kami menuntut pemerintah untuk menghentikan praktik ini dan hanya menempatkan individu yang profesional dan berintegritas di posisi-posisi strategis, demi tata kelola yang bersih dan akuntabel.
6. Menyerukan pada para akademisi, tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk memperhatikan secara serius persoalan-persoalan konkret yang dihadapi masyarakat akibat kebijakan pemerintah, alih-alih merapat pada kekuasaan. Para tokoh masyarakat, intelektual dan terutama pemuka agama adalah penyangga keutuhan bangsa dan memiliki peran vital untuk mendampingi mendampingi dan membela masyarakat, bukan untuk melegitimasi kebijakan pemerintah tanpa kritik.
Sebagai akademisi Indonesia di Britania Raya, kami menyerukan pada masyarakat untuk waspada terhadap provokasi kelompok-kelompok yang tidak bertanggung jawab, dan terus menyuarakan aspirasi secara damai.
“Mari memegang teguh prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab, menghindari segala bentuk kekerasan. Tujuan kita adalah menuntut perubahan yang adil dan mendasar. Waspadai setiap upaya yang mencoba memecah belah rakyat dalam dengan meletupkan kekerasan. Mari saling menjaga agar hak konstitusional kita untuk menyuarakan pendapat dan keresahan tetap murni dan berintegritas,” pungkas para akademisi.