Harga Minyak Naik Tipis, Namun Tekanan Bearish Masih Kuat

Ilustrasi. Foto: Freepik.

Harga Minyak Naik Tipis, Namun Tekanan Bearish Masih Kuat

Eko Nordiansyah • 25 August 2025 10:33

Jakarta: Harga minyak mentah (WTI) memulai pekan ini dengan kenaikan tipis, seiring meningkatnya ketegangan geopolitik di Eropa Timur. Kontrak berjangka West Texas Intermediate (WTI) naik sembilan sen atau 0,14 persen ke posisi USD63,75 per barel pada perdagangan Senin, 25 Agustus 2025. 

Sentimen pasar dipengaruhi oleh laporan serangan drone Ukraina terhadap infrastruktur energi Rusia yang memicu kebakaran di terminal ekspor Ust-Luga serta kilang Novoshakhtinsk, fasilitas berkapasitas sekitar 100 ribu barel per hari yang sebagian besar hasilnya diekspor.

Meski penguatan tipis tercatat, analis Dupoin Futures Indonesia, Andy Nugraha, menilai tren teknikal masih menunjukkan kecenderungan bearish. Ia menjelaskan kombinasi pola candlestick dan indikator moving average menandakan dominasi penjual masih kuat. 

“WTI masih berisiko melemah dengan target ke area USD62. Jika harga tidak mampu menembus level tersebut, barulah ada peluang koreksi kenaikan dengan resistance terdekat di USD64,” kata Andy dalam risetnya.

Pekan lalu, harga minyak sempat ditutup menguat 14 sen atau 0,22 persen ke level USD63,66 pada Jumat, 22 Agustus 2025, sekaligus mencatat kenaikan mingguan pertama setelah tiga pekan berturut-turut melemah. Namun, Andy menegaskan bahwa penguatan tersebut lebih bersifat teknikal sementara, bukan indikasi pembalikan tren yang solid.
 

Baca juga: 

Harga Minyak Tertahan Setelah Melesat Pekan Lalu



(Ilustrasi. Foto: Dok ICDX)

Perang Rusia-Ukraina

Dari sisi geopolitik, perang Rusia-Ukraina terus menjadi faktor dominan yang memengaruhi pergerakan minyak. Serangan Ukraina pada akhir pekan menimbulkan kekhawatiran akan berkurangnya pasokan energi Rusia di pasar global. 

Namun di sisi lain, pernyataan Wakil Presiden AS JD Vance yang menyebut Rusia mulai membuka ruang kompromi menuju penyelesaian damai sedikit meredakan ketegangan. Meski demikian, Presiden Donald Trump tetap menegaskan ancaman sanksi baru jika tidak ada kemajuan dalam dua pekan ke depan, sehingga arah politik kawasan masih sulit diprediksi.

Selain itu, faktor makroekonomi juga ikut memengaruhi sentimen pasar. Ketua Federal Reserve Jerome Powell pada Jumat lalu memberi sinyal adanya peluang penurunan suku bunga pada pertemuan bulan depan. 

Prospek kebijakan moneter yang lebih longgar diharapkan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi global, sehingga permintaan energi bisa meningkat. Sentimen ini sempat mendorong pergerakan risk-on di pasar komoditas, meski tekanan teknikal tetap menahan potensi kenaikan harga minyak.

“Kombinasi faktor geopolitik dan kebijakan moneter global akan menjadi penentu arah harga minyak dalam jangka pendek. Jika terjadi terobosan di bawah support, tren bearish bisa semakin dalam. Sebaliknya, koreksi teknikal ke atas akan membuka ruang pengujian resistance meski potensi terbatas,” ujar dia.

Dengan kondisi seperti ini, harga minyak diperkirakan masih bergerak dalam rentang sempit, diwarnai fluktuasi akibat interaksi faktor teknikal dan fundamental. Investor disarankan untuk tetap waspada terhadap volatilitas tinggi, terutama karena perkembangan konflik Rusia-Ukraina dan arah kebijakan The Fed dapat dengan cepat mengubah sentimen pasar.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Eko Nordiansyah)