Presiden Prancis Emmanuel Macron. Foto: Anadolu
Fajar Nugraha • 14 May 2025 13:15
Paris: Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Selasa 13 Mei 2025 mengecam kondisi kemanusiaan di Jalur Gaza yang ia sebut sebagai tragedi dan tidak dapat diterima, seraya memperingatkan bahwa Eropa tidak bisa terus bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.
“Apa yang terjadi adalah aib,” tegas Macron dalam wawancara dengan TF1. Ia menggambarkan betapa krisis telah melumpuhkan pelayanan dasar di Gaza.
“Tidak ada air. Tidak ada obat-obatan. Kami tidak lagi bisa mengevakuasi korban luka. Para dokter pun tak bisa masuk,” ucap Macron, seperti dikutip Anadolu, Rabu 14 Mei 2025.
Dalam pernyataannya, Macron menekankan pentingnya membuka kembali akses kemanusiaan ke Gaza, dan menegaskan bahwa hanya melalui solusi politik dua negara, Palestina dan Israel yang saling mengakui konflik dapat diakhiri secara berkelanjutan.
“Jalan satu-satunya menuju solusi politik adalah negara Palestina dan negara Israel yang hidup berdampingan dan saling mengakui,” ujar Macron.
Ketika ditanya apakah istilah “genosida” relevan untuk menggambarkan situasi di Gaza, Macron menolak untuk memberikan label secara langsung. “Itu urusan para sejarawan,” kata Macron.
“Bukan tugas seorang presiden republik untuk menyatakan ‘ini genosida’ atau ‘bukan genosida’,” Macron menambahkan.
Namun, Macron menegaskan kesiapan Prancis untuk meninjau kembali bentuk kerja sama antara Uni Eropa dan Israel sebagai bentuk respons politik. “Saya terbuka untuk meninjau kembali kerja sama kami dengan Israel,” ungkapnya.
Ia menambahkan, “Saya katakan ini dengan sepenuh hati: Kita tidak bisa bertindak seolah-olah tidak ada yang terjadi. Jadi, kita harus meningkatkan tekanan atas isu-isu ini.”
Pernyataan Macron datang di tengah meningkatnya tekanan dari beberapa negara Eropa agar Israel segera menghentikan blokade dan serangan di Gaza, menyusul laporan korban jiwa dan kehancuran infrastruktur sipil yang terus bertambah.
Eropa, termasuk Prancis, secara historis telah menjalin kerja sama strategis dan ekonomi dengan Israel. Namun, tragedi kemanusiaan yang terjadi selama lebih dari tujuh bulan terakhir memicu diskusi mengenai perlunya perubahan pendekatan terhadap kebijakan luar negeri terhadap konflik Israel-Palestina.
(Muhammad Reyhansyah)