Ilustrasi serbuan impor. Foto: Freepik.
Jakarta: Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arief mengakui industri dalam negeri tengah lesu imbas gempuran impor murah. Karena itu, di tengah kondisi pasar kerja yang sedang menghadapi masalah, pemerintah akan lebih fokus memperhatikan perlindungan terhadap industri dalam negeri.
"Karena melindungi industri dalam negeri, berarti melindungi juga tenaga kerja kita," tegas Febri dikutip dari keterangan tertulis, Kamis, 8 Mei 2025.
Ia pun berharap, dukungan lintas kementerian dan lembaga terkait serta dari pelaku industri, untuk bersama-sama memperjuangkan kepentingan nasional dalam upaya menghadapi tantangan global yang semakin kompleks saat ini.
"Dengan semangat kolaborasi dan sinergi yang kuat di antara stakeholders, dan didukung dengan koordinasi yang tepat, kami optimistis kinerja industri bisa bangkit," tutur Febri.
Hambatan dagang kecil bikin RI gampang digempur impor
Diketahui, Indonesia tercatat memiliki jumlah Non-Tariff Barrier (NTB) dan Non-Tariff Measure (NTM) yang paling sedikit dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Kondisi ini menjadi salah satu faktor penghambat dalam upaya peningkatan daya saing industri di dalam negeri.
NTB dan NTM merupakan instrumen penting yang digunakan oleh banyak negara maju untuk melindungi industri nasional mereka dari serbuan produk impor. Sayangnya, Indonesia justru masih minim dalam menerapkan kebijakan tersebut.
"Data menunjukkan Indonesia hanya memiliki sekitar 370 NTB dan NTM yang berlaku saat ini. Bandingkan dengan Tiongkok yang memiliki lebih dari 2.800 kebijakan tersebut, kemudian India ada 2.500 lebih, Uni Eropa sekitar 2.300, bahkan Malaysia dan Thailand masing-masing memiliki lebih dari 1.000 NTB dan NTM," tutur Febri.
Menurut dia, ketimpangan jumlah instrumen proteksi tersebut menyebabkan industri nasional sering kalah bersaing di pasar domestik maupun global.
"Ini adalah salah satu alasan mengapa produk-produk asing begitu mudah masuk ke pasar kita, sementara negara lain memiliki banyak hambatan dagang terutama negara maju. Hal ini sangat terasa ketika
manufaktur kita melakukan ekspor memasuki pasar domestik mereka," papar Febri.
"Negara tersebut (maju) mensyaratkan berbagai NTB dan NTM seperti standar, hasil pengujian, rekomendasi dan lain sebagainya yang harus dipenuhi produk manufaktur Indonesia agar bisa dijual di pasar domestik mereka," sambung dia.
(Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief. Foto: dok Biro Humas Kemenperin)
Perkuat instrumen perlindungan industri
Oleh karena itu, ucap Febri, Kemenperin terus mendorong penguatan instrumen perlindungan industri melalui regulasi yang tepat, tanpa melanggar aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
"Kita harus dapat memanfaatkan NTB dan NTM secara optimal agar industri dalam negeri mampu tumbuh dan bersaing secara sehat," papar Febri.
Kemenperin juga tengah mengkaji sektor-sektor strategis yang membutuhkan perlindungan lebih kuat melalui penerapan NTB dan NTM, seperti industri tekstil, kimia, baja, elektronik, dan otomotif.
"Tujuannya agar kita tidak hanya menjadi pasar bagi produk luar, tetapi juga memperkuat dan memperdalam struktur industri nasional," imbuhnya.