Jemaah Haji Indonesia Diajak Menggali Makna Spiritual di Balik Ibadah Arba'in

Ilustrasi ibadah haji. Foto: Istimewa.

Jemaah Haji Indonesia Diajak Menggali Makna Spiritual di Balik Ibadah Arba'in

Misbahol Munir • 14 May 2025 22:22

?Madinah: Jemaah haji Indonesia diajak memahami secara lebih luas ibadah arba'in. Sebab, ibadah tersebut seringkali diartikan sebagai salat berjemaah selama 40 waktu di Masjid Nabawi. 

Konsultan Ibadah Haji Kementerian Agama (Kemenag) RI, Aswadi Syuhada, Arba'in tidak hanya soal kuantitas salat berjemaah. Tetapi mencakup ragam ibadah lain yang tinggi nilai spiritualnya.

"Selama di Madinah, selain salat fardlu, ada pula amalan seperti salat jenazah yang bernilai pahala besar. Bila diakumulasikan, insyaallah fadlilahnya bisa mencapai seribu kali lipat dan menjadi khufrotan minan nar (penjagaan dari api neraka)," kata Aswadi, Selasa, 13 Mei 2025.

Hal itu menunjukkan ibadah Arba'in tidak hanya tentang salat berjemaah. Tapi, tentang meningkatkan kualitas spiritual jemaah.

?Aswadi juga mengingatkan pentingnya sikap optimistis dan kesiapan untuk beradaptasi dalam menghadapi perubahan. Ia mencontohkan sistem kloter yang tata rapi di Indonesia, namun harus berubah kaena mengikuti mekanisme syarikah saat tiba di Arab Saudi. 
 

Baca juga: 

Lagi, Petugas Bandara Madinah Sita 1.000 Bungkus Rokok Milik Jemaah Haji Indonesia


Perubahan ini menuntut jemaah mengubah pola pikir, dari bergantung pada sistem lama menjadi siap menghadapi sistem baru demi pelayanan yang lebih baik.

"Hidup itu selalu berubah, yang pasti hanya kematian. Dalam Al-Qur’an, kata akhya (hidup) itu mu’rab (bisa berubah), sedangkan maut (mati) itu mabni (tetap)," ungkap dia. 

?Aswadi menekankan pentingnya kemandirian jemaah dalam menjalankan manasik. Peran kepala regu, kepala rombongan, dan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU) sangat penting dalam membimbing jemaah menghadapi dinamika di lapangan. 

"Kesiapan jemaah dalam melaksanakan manasik secara mandiri akan menjadikan mereka lebih adaptif terhadap perubahan," sebut dia.
?
?Aswadi mengajak jemaah untuk tidak hanya bergantung pada individu atau sistem. Melainkan tetap bertawakal kepada Allah SWT. 

"Jika kita menggantungkan manasik kepada seseorang, lalu ia tak bisa membantu, kita akan rugi. Tetapi jika kita menggantungkan kepada Allah, niscaya akan ada jalan keluar," ujar dia. 

?Dengan demikian, jemaah dapat meningkatkan kualitas spiritual mereka dan menjadi lebih adaptif terhadap perubahan. Dia kembali menegaskan ibadah Arba'in bukan hanya tentang salat berjemaah, tetapi juga tentang meningkatkan kesadaran spiritual dan kemandirian jemaah dalam menjalankan manasik.

Seperti diketahui, Pemerintah Arab Saudi tengah menerapkan sistem pelayanan berbasis syarikah untuk penyelenggaran Haji 1446 Hijriah ini. Dampaknya adalah jemaah satu kelompok terbang (Kloter) bisa terpisah, baik istri dengan suaminya, ataupun ibu dengan anaknya. 

Namun, Ketua Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, Muchlis M Hanafi, menyatakan pihaknya telah memprediksi kemungkinan hal itu bakal terjadi. Maka, pihaknya sudah melakukan langkah mitigasi situasi tersebut. 

"Yang dikhawatirkan adalah ketika yang terpisah itu adalah suami dengan istri, atau anak dengan orang tua. Ini sudah kita analisis sejak awal dan disampaikan ke Kementerian Haji dan para syarikat pada rapat 7 Mei lalu," ujar Muchlis dalam konferensi pers di Kantor Urusan Haji (KUH) Makkah, Senin, 12 Mei 2025.

Menurut Muchlis, peluang terpisahnya anggota keluarga dari kloter adalah saat keberangkatan dari Madinah menuju Makkah pada gelombang pertama. 

"Kalau yang terpisah itu suami dengan istri, akan diupayakan untuk kembali digabungkan saat di Makkah, termasuk lansia dengan pendampingnya," kata Muchlis.

Muchlis menjelaskan, pemisahan ini terjadi karena sistem baru mewajibkan jemaah dikelompokkan berdasarkan perusahaan penyedia layanan atau Syarikah, bukan lagi semata-mata berdasarkan kloter yang dibentuk di Indonesia. Dampaknya, jemaah dalam satu keluarga bisa ditempatkan di hotel berbeda, bahkan diangkut oleh bus berbeda.

Muchlis mengatakan pihaknya berpedoman terhadap kesepakatan yang dijalin antara PPIH dengan Syarikah. Sistem Syarikah memberikan kelonggaran bagi jemaah yang terpisah dari keluarga saat puncak prosesi penyelenggataan haji nanti. 

"Syarikah kini sudah semacam berkoalisi, dan mereka memahami dampaknya. Kita juga bangun komunikasi agar jemaah tetap merasa nyaman. Faktor kemanusiaan menjadi pertimbangan utama, terutama bagi jemaah lanjut usia atau mereka yang membutuhkan pendamping. Itu sangat diperhatikan," ujar dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Anggi Tondi)