Protes menuntut kebebasan Mohsen Mahdawi di Amerika Serikat. Foto: Anadolu
Burlington: Mohsen Mahdawi, mahasiswa Columbia University dan aktivis pro-Palestina, dibebaskan dari tahanan imigrasi AS setelah Hakim Distrik Geoffrey Crawford memutuskan tidak ada risiko pelarian. Mahdawi, yang ditangkap pada 14 April saat menghadiri wawancara kewarganegaraan, telah menjadi simbol gerakan protes mahasiswa terhadap perang Israel di Gaza.
Pembebasannya disambut sorak-sorai pendukung saat ia keluar dari Fasilitas Pemasyarakatan Negara Barat Laut dengan mengangkat tanda perdamaian.
“Saya tidak takut pada anda,” ujar Mahdawi kepada Presiden Donald Trump dalam pernyataan setelah pembebasannya, dikutip dari Al Jazeera, Rabu, 30 April 2025.
Ia menegaskan komitmen gerakan protes terhadap perdamaian dan menyatakan solidaritas dengan rakyat Palestina. Penangkapan Mahdawi merupakan bagian dari tindakan keras pemerintahan Trump terhadap aktivis pro-Palestina, yang diklaim pemerintah sebagai upaya memerangi anti-Semitisme namun dikritik sebagai pembatasan kebebasan berbicara.
Proses hukum dan kontroversi kebebasan berbicara
Meski dibebaskan, kasus imigrasi Mahdawi masih berlanjut dengan risiko deportasi. Hakim Crawford mengizinkannya menghadiri wisuda bulan depan di New York sambil melanjutkan perjuangan hukum.
Pemerintah AS berargumen penahanan Mahdawi sah berdasarkan Undang-Undang Imigrasi 1952 yang memungkinkan deportasi warga asing atas dasar dampak kebijakan luar negeri. Menteri Luar Negeri Marco Rubio menjadi penggerak utama upaya deportasi ini.
“Mohsen tidak melakukan kejahatan. Satu-satunya alasan penahanannya adalah isi pidatonya,” tegas Lia Ernst, pengacara American Civil Liberties Union yang membela Mahdawi.
Kasus ini memicu debat konstitusional tentang apakah perlindungan kebebasan berbicara hanya berlaku untuk warga negara AS, suatu isu yang berpotensi mencapai Mahkamah Agung.
Dampak politik dan kasus paralel
Mahdawi bukan satu-satunya aktivis yang menjadi target. Mahmoud Khalil, pendiri bersama Serikat Mahasiswa Palestina di Columbia University, tetap ditahan di Louisiana setelah hakim imigrasi memutuskan deportasinya. Kedua kasus ini menguji batas antara keamanan nasional dan hak sipil di bawah pemerintahan Trump.
Senator Peter Welch mengunjungi Mahdawi selama penahanan dan mengecam tindakan pemerintah sebagai antidemokratis.
“Saya percaya pada prinsip-prinsip negara ini,” ujar Mahdawi dalam pesan videonya, menegaskan komitmennya pada nilai-nilai demokrasi AS.
Kasus ini terus menjadi sorotan sebagat pertarungan antara kebijakan luar negeri AS dan hak-hak konstitusional penduduk tetap.
(
Muhammad Adyatma Damardjati)