Penyeragaman Kemasan Rokok Dinilai Langgar Hak Konsumen dan HAKI

Ilustrasi pekerja di industri hasil tembakau (IHT). Foto: MI/Panca Syurkani

Penyeragaman Kemasan Rokok Dinilai Langgar Hak Konsumen dan HAKI

Eko Nordiansyah • 15 January 2025 16:19

Jakarta: Rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) dinilai melanggar hak konsumen untuk mendapatkan informasi mengenai produk yang dikonsumsi. Aturan turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 ini melanggar kebijakan yang hirarkinya lebih tinggi.

Ahli Hukum Universitas Trisakti, Ali Ridho, mengatakan rokok merupakan produk legal yang memiliki hak untuk dipasarkan kepada konsumen dewasa. Penerapan Rancangan Permenkes melanggar hak konsumen yang telah dijamin dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) produk.

"Kalau lebih rendah seperti Rancangan Permenkes yang menyimpang aturan lebih tinggi, baik UU Kesehatan, UU Keterbukaan Informasi publik, UU Perlindungan Konsumen, maka bukan hanya keliru tapi sudah membangkang dari aturan lebih tinggi. Konsekuensinya secara yuridis ini sudah cacat materil," ujar Ali dilansir, Rabu, 15 Januari 2025.

Ali meminta kepada lembaga dan kementerian di Pemerintahan Indonesia untuk melihat alasan di balik bermasalahnya struktur aturan. Ali menjelaskan, ada tiga lapis yang perlu diketahui, yaitu, substansi, aparatur, atau budaya hukum yang bermasalah. 

Ketiga lapis tersebut nyatanya tidak dipahami secara serius oleh lembaga pembentuk aturan, sehingga malah menimbulkan masalah baru saat membuat aturan baru. Menurut Ali, dibanding dengan terus mengubah aturan untuk menyempurnakan kebijakan yang sudah ada, Kementerian Kesehatan sebaiknya lebih menguatkan penegakan hukum yang konsisten.

"Penyakit hukum kita ini ada di penegakkan hukum, aturan tidak ada yang begitu bermasalah, hanya saja cara pandangannya ketika timbul dari adanya ketidakefektifitasan pencegahan merokok dianggap substansinya bermasalah padahal itu tidak bermasalah, tinggal penegakannya," kata Ali.
 

Baca juga: 

Petani Minta Tolong Presiden Prabowo Subianto Lindungi Industri Kretek



Ali mencontohkan dengan aturan yang semakin ketat tanpa adanya penindakan yang optimal dan konsisten, justru malah membuat peredaran rokok ilegal semakin besar dan liar. Padahal, jika Kemenkes fokus pada penindakan hukum, termasuk edukasi masyarakat, justru akan lebih menyasar permasalahan yang ada. 

"Edukasi kan sebagian dari penegakan, amanat UU ini penegakkan hukum tidak hanya menindak bersalah tapi memberikan edukasi terhadap aturan yang ada," katanya.

Ali menegaskan, lembaga pembentuk peraturan memiliki kewajiban yang jarang dilakukan secara berkelanjutan dan tidak berkomitmen terkait sosialisasi kebijakan, di mana pihak-pihak ini lebih bersemangat membentuk aturan tetapi abai dengan tindakan sosialisasinya.

Sebelumnya, Guru Besar Universitas Sahid Jakarta, Kholil meminta agar penyusunan Rancangan Permenkes disinkronisasi dengan aturan-aturan yang lebih tinggi hirarkinya. Ia mengingatkan, sinkronisasi peraturan ini penting melihat Presiden Prabowo Subianto telah mendesak agar mengkaji ulang semua aturan perundang-undangan agar harmonis dan sinkron sebagai langkah menuju Indonesia Emas 2045. 

Kholil turut melihat adanya risiko persaingan usaha yang tidak sehat jika aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek diterbitkan. Bahkan, menurutnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan dibuat kerepotan dengan kondisi yang muncul akibat dari wacana peraturan inisiatif Kemenkes tersebut.

"Warnanya sama, jadi kalau ada produk yang tidak berkualitas atau dibuat asal-asalan, maka tidak bisa dibedakan. Siapa yang rugi? Konsumen lagi. Berikutnya perlindungan terhadap hukum jadi lemah" tutupnya.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Eko Nordiansyah)