Malaysia Sebut Program LKLB Indonesia Selaras dengan Visi Komunitas ASEAN 2045

Menteri Pendidikan Tinggi Malaysia, Dr. Zambry Abd. Kadir, dalam ASEAN Cross-Cultural Religious Literacy Forum di Kuala Lumpur, Jumat, 24 Oktober 2025. (Institut Leimena)

Malaysia Sebut Program LKLB Indonesia Selaras dengan Visi Komunitas ASEAN 2045

Willy Haryono • 25 October 2025 18:35

Kuala Lumpur: Menjelang pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-47 ASEAN di Kuala Lumpur, Malaysia, Menteri Pendidikan Tinggi Malaysia Zambry Abd. Kadir menyoroti program Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) dari Indonesia sebagai contoh nyata upaya mewujudkan visi ASEAN membangun komunitas yang inklusif dan kohesif.

Hal itu disampaikan Zambry dalam acara bertajuk “ASEAN Cross-Cultural Religious Literacy Forum” yang digelar di International Islamic University Malaysia (IIUM), Kuala Lumpur, Jumat, 24 Oktober 2025.

Forum tersebut merupakan salah satu acara tambahan (side event) dalam rangkaian KTT ASEAN, di mana Malaysia bertindak sebagai ketua sekaligus tuan rumah.

“Pada KTT ke-46 ASEAN di Kuala Lumpur, para pemimpin menegaskan kembali komitmen untuk membangun komunitas yang inklusif dan kohesif, menghormati keragaman budaya, keyakinan, serta warisan luar biasa kawasan kita,” ujar Zambry di hadapan sekitar 400 peserta forum yang terdiri atas mahasiswa dan praktisi pendidikan.

“Berdasarkan Langkah Strategis 9.7 Komunitas Keamanan Politik ASEAN, kita berjanji untuk mempromosikan program Literasi Keagamaan Lintas Budaya,” sambungnya, dalam siaran pers yang diterima Metrotvnews.com, Sabtu, 25 Oktober 2025.

Zambry menyebut penyelenggaraan forum ini sejalan dengan visi “Malaysia Madani” yang diusung Perdana Menteri Anwar Ibrahim, yakni kerangka moral dan filosofis yang menempatkan nilai kasih sayang (rahmah), rasa hormat (ihsan), serta tanggung jawab (amanah) sebagai inti kehidupan berbangsa.

“Kerangka Madani bukan sekadar slogan politik, tetapi visi peradaban yang berupaya menyelaraskan iman dengan akal budi, spiritualitas dengan modernitas, serta keberagaman dengan persatuan,” katanya.

Program LKLB

Zambry juga mengapresiasi program Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) yang dijalankan Institut Leimena di Indonesia, bekerja sama dengan lebih dari 40 lembaga pendidikan, keagamaan, dan institusi pemerintah. Program yang telah melatih lebih dari 10.600 guru dari 38 provinsi itu, dinilainya berhasil menumbuhkan rasa saling percaya dan kolaborasi di tengah masyarakat multikultural dan multiagama.

Menurut Zambry, nilai-nilai yang dipegang masyarakat ASEAN seperti diplomasi berbasis konsensus, prinsip non-intervensi, dan penghormatan terhadap perbedaan sejalan dengan ajaran berbagai agama di kawasan, seperti rahmatan lil alamin dan lita’arafu dalam Islam, karuna dalam Buddha, agape dalam Kristen, serta kebajikan dalam Konfusianisme.

“Kita tidak boleh hanya menoleransi keberagaman, kita harus merayakannya. Perayaan keberagaman bukanlah idealisme kosong, melainkan pengakuan atas kemanusiaan bersama—bahwa kita mampu menarik kekuatan dari perbedaan dan kebijaksanaan dari dialog,” ucapnya.

Sebagai mantan Menteri Luar Negeri Malaysia, Zambry menekankan bahwa kekuatan sejati ASEAN terletak pada kemampuannya menjaga keseimbangan antara keberagaman dan martabat, prinsip dan kepraktisan, serta iman dan nalar.

“Untuk memajukan ASEAN, kita harus melampaui toleransi pasif menuju keterlibatan yang bermakna dan saling memperkaya. Literasi keagamaan lintas budaya bukan hanya tentang mengenal orang lain, tetapi juga melihat melalui mata mereka,” kata Zambry.

Jembatan Pemahaman Masyarakat ASEAN

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institut Leimena Matius Ho menjelaskan bahwa penyelenggaraan Forum LKLB ASEAN berakar pada hasil KTT ke-46 ASEAN pada 26 Mei 2025 di Kuala Lumpur, yang mengadopsi Visi Komunitas ASEAN 2045 dan langkah-langkah strategis sesuai tema keketuaan Malaysia, “Inklusivitas dan Keberlanjutan.”

Menurut Matius, visi tersebut sangat relevan dengan kondisi global saat ini, sejalan dengan pernyataan Komisioner Tinggi PBB untuk HAM Volker Turk dalam Sesi ke-55 Dewan HAM PBB di Jenewa pada 2024, yang menyoroti meningkatnya xenofobia dan diskriminasi berbasis agama, gender, dan etnis.

“Ketika kita berbicara tentang literasi keagamaan lintas budaya, sesungguhnya kita tidak memperkenalkan hal baru, melainkan mengingatkan kembali bahwa masyarakat Asia Tenggara telah hidup berdampingan dalam keberagaman selama ribuan tahun,” ujar Matius.

Koordinator Staf Khusus Menteri Agama RI, Faried F. Saenong, yang turut menjadi narasumber, mengatakan program LKLB berfokus membentuk tiga kompetensi utama untuk hidup di masyarakat majemuk: kompetensi pribadi, komparatif, dan kolaboratif.

“Kita berusaha mengalahkan prasangka terhadap orang yang berbeda melalui penguasaan tiga kompetensi LKLB ini,” kata Faried.

Rektor IIUM Osman Bakar menambahkan, visi “Malaysia Madani” sejalan dengan arah ASEAN 2045 yang berfokus pada inklusivitas dan kohesi sosial.

“Literasi keagamaan lintas budaya adalah jembatan pemahaman di antara masyarakat ASEAN. Inisiatif ini selaras dengan misi IIUM untuk mengintegrasikan pengetahuan, iman, dan kasih sayang,” ujarnya.

Baca juga:  Vietnam Adopsi Program Literasi Keagamaan Indonesia, Simbol Eratnya Kemitraan ASEAN

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
(Willy Haryono)