Reaksi para penguin terhadap tarif Trump. (Matt Curnock/Australian Antarctic Division)
Riza Aslam Khaeron • 5 April 2025 14:21
Canberra: Dunia dikejutkan oleh langkah Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang memberlakukan tarif 10 persen terhadap serangkaian wilayah terpencil milik Australia, termasuk Pulau Heard dan Kepulauan McDonald yang tidak berpenghuni dan hanya dihuni oleh kawanan penguin.
Pulau vulkanik yang tertutup gletser ini merupakan salah satu tempat paling terpencil di Bumi, hanya dapat diakses melalui pelayaran selama dua minggu dari Perth, Australia Barat.
Meski tidak ada manusia yang tinggal di sana dan kunjungan terakhir tercatat hampir satu dekade lalu, Pulau Heard dan Kepulauan McDonald muncul dalam daftar yang dirilis Gedung Putih sebagai "negara" yang akan dikenakan tarif baru.
Mengutip The Guardian pada Kamis, 3 April 2025, Perdana Menteri Australia Anthony Albanese menyatakan: "Tidak ada satu tempat pun di Bumi yang aman."
Langkah ini menimbulkan kebingungan dan kritik luas. Pulau Heard dan Kepulauan McDonald memang memiliki wilayah perikanan, namun tidak memiliki bangunan atau pemukiman manusia sama sekali.
Meski demikian, berdasarkan data ekspor dari Bank Dunia, Amerika Serikat mengimpor produk senilai USD 1,4 juta (sekitar AUD 2,23 juta) dari pulau tersebut pada tahun 2022. Hampir seluruhnya dikategorikan sebagai impor "mesin dan peralatan listrik", walau belum jelas secara spesifik barang apa yang dimaksud.
Dalam lima tahun sebelumnya, angka impor dari wilayah ini bervariasi dari USD 15.000 (AUD 24.000) hingga USD 325.000 (AUD 518.000) per tahun. Namun ketidaksesuaian antara realitas di lapangan dan angka perdagangan tersebut membuat banyak pihak mempertanyakan validitas data dan logika di balik kebijakan tarif Trump.
Pulau Heard dan Kepulauan McDonald adalah bagian dari beberapa "wilayah eksternal" Australia yang dicantumkan secara terpisah dalam daftar tarif Gedung Putih, termasuk Cocos (Keeling) Islands, Christmas Island, dan Norfolk Island. Wilayah-wilayah ini memang tidak memiliki pemerintahan sendiri dan berada langsung di bawah yurisdiksi federal Australia.
Norfolk Island menjadi kasus menarik lainnya. Pulau yang berpenduduk 2.188 jiwa dan terletak 1.600 km timur laut Sydney itu dikenai tarif sebesar 29 persen oleh AS, jauh di atas tarif untuk Australia secara keseluruhan.
Mengutip pernyataan Albanese dalam laporan The Guardian tanggal 3 April 2025, "Norfolk Island mendapat tarif 29%. Saya tidak yakin bahwa Norfolk Island, dengan segala hormat, adalah pesaing perdagangan bagi ekonomi raksasa Amerika Serikat, tetapi hal ini menunjukkan dan menegaskan bahwa tidak ada satu pun tempat di Bumi yang aman dari ini."
"Kasihan para penguin tua itu, saya tidak tahu apa yang mereka lakukan terhadap Trump, tapi, lihat, menurut saya ini merupakan indikasi, sejujurnya kepada kalian, bahwa ini adalah proses yang tergesa-gesa," ucap Menteri Perdagangan Australia, Don Farrell, dikutip dari BBC pada Sabtu, 5 April 2025.
George Plant, administrator Norfolk Island, turut meragukan keabsahan data perdagangan tersebut. Ia menegaskan: "Tidak ada ekspor yang diketahui dari Norfolk Island ke Amerika Serikat dan tidak ada tarif atau hambatan perdagangan non-tarif yang diketahui atas barang yang masuk ke Norfolk Island," seperti dikutip oleh The Guardian pada Kamis, 3 April 2025.
Kebijakan ini menjadi bagian dari kebijakan perdagangan luas Trump yang disebut-sebut oleh sejumlah ekonom sebagai keliru dan tidak rasional. Meski belum ada tanggapan resmi dari Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia maupun Divisi Antartika Australia, keheranan dan kemarahan atas tarif terhadap wilayah yang bahkan tidak berpenghuni menjadi sorotan utama publik internasional.
Sebagaimana dikutip dari The Guardian, tarif ini dimasukkan dalam tabel "reciprocal tariffs" yang dipublikasikan oleh Gedung Putih, di mana tarif yang dikenakan AS disebut mencakup "manipulasi mata uang dan hambatan perdagangan" meskipun klasifikasinya tidak dijelaskan secara rinci.