Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. Foto: MI/Insi Nantika Jelita.
Insi Nantika Jelita • 30 June 2025 12:18
Jakarta: Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengingatkan pentingnya Indonesia menghindari jebakan kutukan Sumber Daya Alam (SDA) dengan menekankan pentingnya investasi berkelanjutan di wilayah-wilayah bekas tambang proyek tersebut.
"Sesuai arahan Bapak Presiden, Indonesia tidak boleh menjadi negara kutukan sumber daya alam," ujar Bahlil dalam sambutannya pada acara peletakan batu pertama (groundbreaking) ekosistem industri baterai kendaraan listrik terintegrasi di Kawasan Artha Industrial Hills (AIH), Karawang, dikutip Senin, 30 Juni 2025.
Pengembangan ekosistem ini merupakan proyek strategis industri baterai listrik dari hulu ke hilir yang terdiri dari enam subproyek terintegrasi. Proyek ini dikembangkan bersama oleh PT Aneka Tambang Tbk (Antam), Indonesia Battery Corporation (IBC), dan Konsorsium CATL, Brunp, serta Lygend (CBL). Dari enam proyek tersebut, lima berlokasi di Halmahera Timur, Maluku Utara, dan satu proyek berada di Karawang.
(Ilustrasi. Foto; Dok MI)
Pengembangan sektor hilir
Menurut Bahlil, pengembangan sektor hilir pasca-penambangan harus dipikirkan sejak awal. Dia menyebutkan proposal studi kelayakan (feasibility study/FS) sudah disampaikan perihal investasi berkelanjutan di wilayah-wilayah bekas tambang proyek ekosistem industri baterai kendaraan listrik terintegrasi.
Menteri ESDM menyebut proyek tambang strategis industri baterai listrik di Maluku Utara, di mana pada tahun kedelapan hingga kesembilan direncanakan pembangunan pusat ekonomi baru di sektor perikanan dan perkebunan dengan memanfaatkan lahan pascatambang.
"Agar begitu tambang selesai, tetap ada perputaran ekonomi di daerah," ujar dia.
Salah satu bagian penting dalam ekosistem ini adalah pembangunan fasilitas daur ulang baterai, yang ditargetkan mulai berproduksi pada tahun 2031. Fasilitas ini akan memproses hingga 20 ribu ton per tahun material penting seperti nikel, kobalt, mangan sulfat, lithium, dan lithium karbonat.
Di satu sisi, Bahlil menjelaskan proyek ekosistem baterai ini juga menjadi wujud nyata kolaborasi strategis antara negara pemilik sumber daya alam seperti Indonesia dengan negara yang memiliki teknologi dan akses pasar global, seperti Tiongkok.
Indonesia memiliki hampir seluruh bahan baku penting baterai seperti nikel, mangan, dan kobalt, kecuali litium. Namun, untuk mengatasi keterbatasan dalam teknologi manufaktur, Indonesia bekerja sama dengan Contemporary Amperex Technology Co. Limited (CATL), produsen baterai kendaraan listrik terbesar di dunia.