Hendrik Simorangkir • 4 July 2025 15:20
Tangerang: Ombudsman Perwakilan Banten menerima 70 laporan dugaan maladministrasi dalam proses sistem penerimaan murid baru (SPMB) 2025 jenjang SMPN dan SMAN/SMKN. Dari 70 laporan, 10 aduan itu tengah dalam proses tindak lanjut.
"Dari 70 laporan itu dari beberapa SMPN dan lebih banyak aduan dari SMAN. 10 aduan ini tengah kita dalami, ini masih dalam proses, jadi kami juga belum bisa menyampaikan detailnya," kata Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi Banten, Fadli Apriadi, Jumat, 4 Juli 2025.
Fadli menuturkan secara umum aduan yang diterima pihaknya terkait teknis seperti para wali murid yang mencurigai sistem yang tidak sesuai dengan prosedur, serta proses penerimaan yang tertutup. Pasalnya, saat ini proses penerimaan hanya dapat dilihat oleh pendaftar saja.
"Ini tentu harus kita buktikan dulu. Kalau yang lebih banyak muncul adalah karena sekarang kan tertutup ya prosesnya di Banten ini, tidak seperti sebelumnya. Karena sebelumnya itu mereka bisa tahu data pendaftar lain, kalau mereka melihat ada yang tidak benar, mereka bisa mempertanyakan dan melaporkan. Ini yang memang sedang kami proses," katanya.
Menurut Fadli dengan proses penerimaan tertutup tersebut membuat pengawasan dari masyarakat menjadi terbatas. Laporan yang masuk ke pihaknya hingga saat ini masih terus dibuka.
"Sehingga memang kami masih menganggap bahwa sistem yang terbuka itu tentu lebih baik ya, karena pengawasan dari masyarakat itu jauh lebih tinggi. Saat ini masih terus bertambah ya laporan aduan ke kita," jelasnya.
Fadli menambahkan, jika dirinya juga menyoroti terkait warga Tangerang Selatan (Tangsel) yang menggelar aksi demontrasi terkait SPMB 2025 jalur domisili, yang dinilainya kurang ada sosialisasi dari dinas terkait.
"Jalur domisili ini berbeda dengan jalur zonasi. Kalau jalur zonasi kalau jumlahnya banyak itu mereka diseleksi berdasarkan jarak, artinya lebih dekat ke sekolah itu yang berhak. Kalau jalur domisili, umpamanya yang akan diterima itu 100 orang, tapi yang mendaftar lebih dari 100, maka seleksinya bukan berdasarkan jarak, tapi berdasarkan nilai. Sehingga akhirnya masyarakat mengeluhkan," ujarnya.