Termasuk Budi Utomo, Ini 7 Organisasi Pergerakan Nasional Pertama Bangsa Indonesia

Budi Utomo. (Indonesia.go.id)

Termasuk Budi Utomo, Ini 7 Organisasi Pergerakan Nasional Pertama Bangsa Indonesia

Riza Aslam Khaeron • 20 May 2025 13:59

Jakarta: Hari ini, Selasa, 20 Mei 2025, bangsa Indonesia memperingati Hari Kebangkitan Nasional ke-117. Tanggal ini merujuk pada berdirinya organisasi Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908, yang dianggap sebagai tonggak awal bangkitnya kesadaran kolektif rakyat Indonesia sebagai sebuah bangsa.

Namun, Budi Utomo bukan satu-satunya organisasi yang memainkan peran penting dalam sejarah pergerakan nasional Indonesia.

Mengutip buku Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia karya Yusuf Perdana dan Rinaldo Adi Pratama, kebangkitan nasional ditandai oleh lahirnya berbagai organisasi yang muncul seiring meningkatnya kesadaran rakyat akan pentingnya persatuan dan kemerdekaan.

Setiap organisasi memiliki latar belakang sosial, ideologis, dan strategi perjuangan yang berbeda, mencerminkan keragaman pemikiran di kalangan masyarakat terjajah. Berikut organisasi-organisasi pergerakan nasional awal yang berperan penting dalam membentuk fondasi perjuangan bangsa.
 

Budi Utomo (1908)

Didirikan pada 20 Mei 1908 di Batavia oleh Dr. Soetomo dan para pelajar STOVIA, Budi Utomo merupakan cikal bakal gerakan nasional modern. Organisasi ini lahir dari semangat kaum terpelajar untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia melalui jalur pendidikan dan kebudayaan.

Dr. Wahidin Sudirohusodo menjadi tokoh yang menginspirasi pendiriannya melalui gagasan beasiswa bagi pelajar pribumi.

Awalnya, organisasi ini bersifat elitis, terbatas pada kalangan priyayi dan hanya mencakup wilayah Jawa dan Madura. Namun, pada Kongres Pertamanya di Yogyakarta Oktober 1908, semangat persatuan dan perluasan keanggotaan ke seluruh Hindia Belanda mulai diperkenalkan.

Budi Utomo memfokuskan diri pada penguatan pendidikan, penguasaan bahasa Belanda, dan pengembangan budaya nasional. Mereka menerbitkan majalah "Goeroe Oetama Desa" dan memperjuangkan pendirian sekolah menengah serta peningkatan mutu guru.

Meskipun bersikap kooperatif terhadap pemerintah kolonial, Budi Utomo perlahan terlibat dalam dunia politik melalui keikutsertaan di Volksraad pada era 1910-an.

Kendati menghadapi konflik internal antara golongan muda dan tua, organisasi ini tetap dikenang sebagai pelopor semangat kebangkitan nasional, terutama dalam ranah intelektual dan pendidikan rakyat.
 

Sarekat Dagang Islam (1905) dan Sarekat Islam (1912)

Sarekat Dagang Islam (SDI) berdiri pada 27 Maret 1909 di Surakarta atas prakarsa Haji Samanhudi dan Tirto Adhi Soerjo. Tujuan awalnya adalah melindungi kepentingan pedagang batik pribumi dari persaingan tidak adil dengan pedagang asing, khususnya Tionghoa. SDI dengan cepat menarik simpati masyarakat karena mengangkat persoalan ekonomi rakyat kecil.

Pada 1912, cabang SDI di Solo berganti nama menjadi Sarekat Islam (SI), dipimpin oleh Haji Samanhudi dan H.O.S. Tjokroaminoto. SI berkembang menjadi organisasi massa besar dengan anggota mencapai jutaan orang.

Di bawah kepemimpinan Tjokroaminoto, organisasi ini berubah menjadi kekuatan politik yang menyuarakan keadilan sosial dan kemerdekaan.

SI aktif dalam mengkritik pemerintah kolonial dan menuntut pembentukan parlemen melalui "Mosi Cokroaminoto" tahun 1916. SI juga mengajarkan politik kepada masyarakat melalui pengajian dan sekolah-sekolah rakyat.

Namun, pengaruh ideologi Marxis melalui tokoh-tokoh seperti Semaun, Darsono, dan Alimin menimbulkan perpecahan antara SI Islam (Putih) dan SI Merah (Sosialis).

SI Putih akhirnya memilih jalur non-kooperatif dan berubah nama menjadi Partai Sarekat Islam (PSI) yang menegaskan perjuangan berbasis Islam. Sementara itu, SI Merah menjadi basis berdirinya Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1920.
 

Indische Partij (1912)

Indische Partij (IP) didirikan pada 6 September 1912 oleh Tiga Serangkai: Douwes Dekker, dr. Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). IP merupakan partai politik pertama yang secara terbuka memperjuangkan kemerdekaan Hindia Belanda.

Dengan semboyan “Indie voor Indiers” (Hindia untuk Orang Hindia), IP menyuarakan persatuan lintas ras dan agama serta menolak diskriminasi kolonial. Majalah "De Express" menjadi wadah perjuangan IP, salah satunya melalui artikel “Als ik eens Nederlander was” karya Suwardi yang mengkritik penjajahan secara tajam.

Akibat radikalisme mereka, ketiga tokoh pendiri IP diasingkan ke Belanda. Di sana, mereka aktif dalam Indische Vereniging yang kemudian berkembang menjadi Perhimpunan Indonesia dan menerbitkan majalah "Indonesia Merdeka" sebagai media propaganda kemerdekaan.

Meskipun IP dilarang oleh pemerintah kolonial pada 1913, pengaruhnya terhadap gerakan nasional sangat besar. Gagasan nasionalisme inklusif dan kemerdekaan penuh terus bergema dan menginspirasi berbagai organisasi serta pergerakan setelahnya.
 
Baca Juga:
Tema dan Arti Logo Hari Kebangkitan Nasional 2025
 

ISDV – Indische Sociaal Democratische Vereeniging (1914)

Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV) didirikan pada 9 Mei 1914 di Surabaya oleh Henk Sneevliet, seorang aktivis sosialis asal Belanda. ISDV menjadi organisasi politik pertama di Hindia Belanda yang secara terbuka menganut ideologi Marxisme dan menjadi cikal bakal berdirinya Partai Komunis Indonesia (PKI).

Organisasi ini muncul sebagai respons atas ketimpangan sosial-ekonomi akibat kolonialisme dan sebagai saluran perjuangan buruh, petani, serta kaum terpelajar yang terpinggirkan.

Sneevliet, yang sebelumnya aktif di organisasi buruh kereta api VSTP, melihat perlunya wadah politik untuk menyuarakan aspirasi kelas pekerja. Bersama rekan-rekannya dari SDAP dan SDP, ia mendirikan ISDV di Matrozenbond Club, Marinegebouw Surabaya.

ISDV sejak awal bersifat non-kooperatif terhadap pemerintah kolonial dan terafiliasi dengan Komintern (Komunis Internasional), mengikuti semangat Revolusi Rusia 1917.

Anggota awal ISDV berasal dari berbagai latar belakang etnis dan profesi, termasuk orang Belanda, Indo, Tionghoa, dan pribumi. Profesi anggotanya pun beragam—buruh pelabuhan, guru, dokter, wartawan, hingga pegawai negeri.

Organisasi ini aktif menyebarkan paham sosialisme melalui ceramah, tulisan di media seperti "Hindia Bergerak", serta melalui pendidikan politik.

ISDV juga membentuk organisasi sayap, seperti Porojitno (Persatuan Buruh Jawa Timur) yang memiliki lebih dari 20.000 anggota dan menjadi serikat buruh terbesar di Hindia Belanda, serta Sama Rata yang bertujuan merekrut kaum pribumi dan menerbitkan surat kabar sebagai alat propaganda.

Namun, dalam perjalanannya ISDV mengalami konflik internal terkait strategi perjuangan dan perbedaan ideologis, terutama setelah meningkatnya semangat revolusi pasca Revolusi Bolshevik. Pada 23 Mei 1920, ISDV resmi berganti nama menjadi Perserikatan Komunis Hindia (PKH), yang kemudian berubah menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1921 untuk menegaskan identitas nasional.

Meskipun Sneevliet dideportasi ke Belanda pada 1918, warisan perjuangan ISDV tetap berlanjut melalui PKI yang menjadi kekuatan besar dalam politik nasional hingga pertengahan abad ke-20.
 

Muhammadiyah (1912)

Muhammadiyah lahir di Yogyakarta pada 18 November 1912 atas prakarsa KH Ahmad Dahlan. Organisasi ini bertujuan memurnikan ajaran Islam dan memodernisasi kehidupan umat melalui pendidikan, pelayanan sosial, dan kesehatan.

Muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah modern, rumah sakit, dan panti asuhan serta menerbitkan media dakwah. Organisasi ini menolak takhayul dan tradisi yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadis, sambil tetap menekankan pentingnya ilmu pengetahuan dan rasionalitas.

Perannya dalam gerakan kebangsaan sangat besar melalui pembentukan elite intelektual Muslim yang mendukung kemerdekaan dan membangun struktur sosial mandiri.
 

Nahdlatul Ulama (1926)

Nahdlatul Ulama (NU) berdiri di Jombang pada 31 Januari 1926 di bawah kepemimpinan KH Hasyim Asy’ari. NU lahir sebagai respons atas modernisasi Islam yang dinilai mengabaikan tradisi dan kearifan lokal.

NU membela ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah dan memajukan pendidikan pesantren. Selain bidang agama, NU juga aktif dalam politik, terutama dalam masa penjajahan Jepang dan perjuangan kemerdekaan. Resolusi jihad NU tahun 1945 merupakan sumbangsih besar dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

NU memainkan peran sentral dalam menyatukan kekuatan Islam tradisional dan menjaga semangat kebangsaan di akar rumput masyarakat.

Organisasi-organisasi pergerakan nasional seperti Budi Utomo, Sarekat Islam, Indische Partij, ISDV, Muhammadiyah, dan NU menunjukkan bahwa kebangkitan nasional bukanlah proses tunggal, melainkan hasil akumulasi dari berbagai gerakan yang lahir dari konteks sosial, politik, dan keagamaan yang berbeda.

Masing-masing organisasi menyumbang dalam cara dan jalurnya sendiri menuju satu tujuan: Indonesia merdeka.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Surya Perkasa)