Ilustrasi MBG. Foto: Metrotvnews.com/Siti Yona Hukmana.
M Rodhi Aulia • 15 May 2025 15:43
Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyebutkan bahwa kesalahan dalam proses penyimpanan makanan menjadi salah satu penyebab utama kasus keracunan yang terjadi dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Sejumlah makanan diduga mengalami kontaminasi akibat suhu penyimpanan yang tidak sesuai standar serta proses pengolahan yang tidak higienis.
Kepala BPOM Taruna Ikrar menuturkan, penyimpanan makanan yang tidak tepat dapat memicu pertumbuhan bakteri penyebab penyakit. Ia menegaskan pentingnya kontrol suhu dan waktu dalam rantai distribusi makanan.
“Kita juga mendapatkan pertumbuhan dan perkembangan akan bakteri seperti suhu, kondisi makanan, proses,” kata Taruna dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IX DPR RI, Kamis, 15 Mei 2025.
Ia menambahkan, terdapat temuan di lapangan bahwa beberapa menu makanan dimasak terlalu cepat, namun distribusinya ke peserta didik berlangsung lambat. Kondisi ini membuka peluang terjadinya keracunan makanan, terutama di wilayah-wilayah dengan jarak distribusi yang cukup jauh.
Baca juga: BPOM Tak Dilibatkan dalam Pelaksanaan MBG
“Contohnya ada beberapa makanan dimasak terlalu cepat sehingga lambat distribusikan sehingga menimbulkan kejadian luar biasa pada anak-anak kita,” sambungnya.
Selain persoalan penyimpanan, BPOM juga mencatat adanya kontaminasi awal pada bahan pangan. Bakteri penyebab keracunan bisa berasal dari bahan mentah, lingkungan dapur, maupun prosedur pengolahan yang belum sesuai standar keamanan pangan.
“Kontaminasi yang terlihat yaitu ada kontaminasi awal pangan, dengan sumber kontaminasi bahan mentah lingkungan pengelola, penjamin, dan kita belajar dari kondisi kejadian ini supaya berikutnya tidak terjadi lagi,” ujar Taruna.
Hingga saat ini, BPOM mencatat sebanyak 17 kasus kejadian luar biasa (KLB) akibat keracunan makanan MBG yang tersebar di 10 provinsi. Namun, Taruna menegaskan bahwa penyebab kasus bervariasi dan perlu ditangani secara kasus per kasus.
BPOM pun berkomitmen untuk memperbaiki sistem pengawasan dengan mendampingi dapur-dapur penyedia MBG. Evaluasi menyeluruh terhadap standar operasional dapur menjadi prioritas lembaga pengawas ini.
“Nah ini perlu kami jelaskan karena sebagian mungkin dapurnya itu perlu dievaluasi perlu diperbaiki. Badan POM berkomitmen untuk memberikan pendampingan pada petugas khususnya yang berhubungan dengan dapur,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menjelaskan kasus keracunan MBG di Kota Bogor terjadi di Satuan Pelayanan Pengelolaan Gizi (SPPG) Bosowa Bina Insani yang menjadi proyek percontohan nasional. Meskipun fasilitas penyediaan makanan telah tersedia, hasil laboratorium menemukan bakteri berbahaya dalam beberapa sampel makanan.
“Sedang ada wacana untuk agar sekolah lebih diaktifkan di dalam penyelenggaraan program makan bergizi,” kata Dadan.
Ia menyebut kontaminasi berasal dari beberapa sumber, seperti air, telur, dan sayuran. Dadan menekankan pentingnya pelibatan sekolah secara aktif dalam pengawasan mutu makanan.
“Tapi juga kita harus meningkatkan standar operating procedure terkait mengolah makanan,” pungkasnya.