Rapat Dosen STOVIA, Ketika Boedi Oetomo Dipandang Sebagai Ancaman Diam-Diam

Sejarah Boedi Oetomo cikal bakal peringatan Hari Kebangkitan Nasional. Dok. IG Kemenko PMK

Rapat Dosen STOVIA, Ketika Boedi Oetomo Dipandang Sebagai Ancaman Diam-Diam

M Rodhi Aulia • 20 May 2025 12:09

Jakarta: Berdirinya Boedi Oetomo sebagai organisasi modern pertama di Hindia Belanda menyimpan cerita yang tak banyak diketahui publik. Di balik momen penting 20 Mei 1908 itu, pernah terjadi ketegangan internal di lingkungan Sekolah Kedokteran Bumi Putera (STOVIA), tempat para pelajar menggagas ide besar tentang kebangkitan nasional.

Saat itu, muncul kekhawatiran di kalangan dosen STOVIA terhadap aktivitas organisasi yang dirintis oleh R Soetoemo dan rekan-rekannya. Boedi Oetomo bukan dipandang sebagai inspirasi, melainkan sebagai pergerakan mahasiswa yang memunculkan kekisruhan. 

Bagi sebagian pengajar Belanda, geliat intelektual ini berpotensi menimbulkan keresahan politik dan merusak tatanan pendidikan yang selama ini dikendalikan secara ketat oleh pemerintah kolonial. Para dosen mulai mempertanyakan loyalitas dan disiplin para pelajar yang terlibat. 

Dalam sebuah rapat internal, sebagian dari mereka bahkan mengusulkan agar Soetoemo dan para aktivis Boedi Oetomo dikeluarkan dari sekolah. Situasi ini menempatkan kelangsungan organisasi yang baru tumbuh tersebut dalam posisi genting.

Namun peristiwa itu justru menjadi momen penting dalam sejarah, saat suara rasional dari sang Direktur STOVIA, Dr. HF Roll, membalik arah pembicaraan dan membela para mahasiswa. Berikut lima fakta dari dinamika rapat dosen yang nyaris menghentikan langkah awal pergerakan nasional:

1. Aktivitas Mahasiswa STOVIA Dipandang Sebagai Gangguan Kedisiplinan

Seiring meluasnya pengaruh Boedi Oetomo, keresahan di kalangan dosen STOVIA semakin kuat. Organisasi pelajar yang memperjuangkan nasib bangsa dianggap telah melewati batas ruang belajar. Bukan lagi sekadar diskusi akademik, tetapi mulai menyentuh wilayah ideologis dan nasionalisme yang bertentangan dengan semangat pendidikan kolonial.

Boedi Oetomo tidak hanya menjadi wadah intelektual, tapi juga simbol keberanian bersuara. Di mata sebagian dosen, ini adalah “gangguan dalam sistem”. Mereka mengusulkan agar para pelajar yang aktif dalam organisasi dikeluarkan dari sekolah demi menjaga stabilitas institusi.

Baca juga: Tema dan Arti Logo Hari Kebangkitan Nasional 2025

2. Roll Menolak Tekanan, Sampaikan Pembelaan Tegas

Di tengah tekanan untuk mengeluarkan R Soetoemo dan rekan-rekannya, Direktur STOVIA, Dr. HF Roll, mengambil sikap berbeda. Ia tidak hanya menolak usulan itu, tapi menyampaikan pembelaan bernas yang menyentuh sisi personal dan historis para koleganya.

“Bukankah di antara tuan-tuan yang hadir di sini banyak yang lebih merah (berani) daripada Soetoemo, di mana tuan-tuan sewaktu tuan-tuan berumur 18 tahun di masa sekolah dulu?” ujar Roll yang dikutip situs resmi Kemendikbud dan dilansir, Selasa, 20 Mei 2025.

Pernyataan itu meredakan ketegangan dan mengingatkan bahwa keberanian serta idealisme adalah bagian dari proses pendidikan, bukan ancaman.

3. Kekhawatiran Kekurangan Tenaga Medis Jadi Alasan Tambahan

Di luar pertimbangan ideologis, ada faktor praktis yang membuat sebagian dosen mengendurkan sikap. Para pelajar STOVIA adalah calon dokter yang selama ini menjadi ujung tombak penanganan penyakit di pelosok Hindia Belanda. Jika mereka dikeluarkan, akan terjadi kekosongan tenaga medis, karena dokter-dokter Belanda umumnya enggan turun ke lapangan.

Kekhawatiran ini menjadi alasan tambahan mengapa keputusan pengeluaran pelajar akhirnya tidak dilakukan.

4. Boedi Oetomo Diberi Ruang untuk Tumbuh

Setelah rapat tersebut, Soetoemo dan rekan-rekannya tetap diizinkan menempuh pendidikan di STOVIA. Bahkan, organisasi yang mereka rintis tidak hanya dibiarkan berkembang, tetapi juga diberi kesempatan untuk menyelenggarakan kongres pertamanya di Yogyakarta, Oktober 1908.

Keputusan itu menjadi pembuka jalan bagi lahirnya gerakan kebangsaan yang lebih luas di tahun-tahun berikutnya.

5. Sebuah Rapat yang Mengubah Arah Sejarah

Keputusan dalam rapat dosen STOVIA bukan sekadar hasil kompromi internal sekolah. Ia menjadi titik balik sejarah. Jika waktu itu para mahasiswa dikeluarkan, bisa jadi kisah kebangkitan nasional Indonesia akan tertunda atau bahkan tidak pernah tercatat seperti hari ini.

Keberanian Roll mempertahankan ruang kritis di institusi pendidikan menunjukkan bahwa perubahan besar sering kali lahir dari keberanian membela yang dianggap “mengganggu”.

Kisah ini adalah pengingat bahwa dalam setiap perubahan besar, selalu ada dinamika di balik layar. Boedi Oetomo tak lahir dari ruang tenang, tapi dari kegelisahan yang nyaris dibungkam. Dan sejarah mencatat, ruang dialog dan kepemimpinan yang bijak-lah yang akhirnya memenangkan masa depan.
 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(M Rodhi Aulia)