Gelombang demonstrasi di Iran yang dipicu oleh krisis ekonomi. Foto: FARS
Protes Meluas, Mahasiswa dan Pedagang Tuntut Kejatuhan Pemerintah Iran
Fajar Nugraha • 31 December 2025 09:01
Teheran: Gelombang demonstrasi di Iran yang dipicu oleh krisis ekonomi kini meluas menjadi tuntutan kebebasan politik. Mahasiswa di berbagai kota, bergabung dalam aksi protes pada Selasa, 30 Desember, dengan meneriakkan slogan anti-pemerintah seperti "Mahasiswa, jadilah suara rakyatmu" dan "Mati untuk Republik Islam".
Awalnya, protes pecah pada hari Minggu di pusat kota Teheran, akibat anjloknya nilai tukar mata uang Rial ke rekor terendah. Namun, cakupan aksi kini bergeser menuntut "kebebasan dan kesetaraan" serta berakhirnya kekuasaan rezim saat ini.
Baca Juga :
Mata Uang Anjlok, Ibu Kota Iran Dilanda Demo Besar-Besaran
Merespons krisis ini, Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, menerima pengunduran diri Kepala Bank Sentral Iran pada hari Senin. Meskipun Pezeshkian mengatakan komitmennya untuk mereformasi sistem moneter dan memerintahkan dialog dengan perwakilan demonstran, aksi massa di jalanan belum mereda.
Mahasiswa di Universitas Khajeh Nasir, Teheran, menyuarakan penolakan terhadap pemaksaan hijab dan penindasan politik selama beberapa dekade terakhir. Protes ini tercatat sebagai yang terbesar sejak aksi nasional tahun 2021-2022 pasca-kematian Mahsa Amini.
Laporan video dari berbagai lokasi menunjukkan kehadiran besar aparat keamanan yang dilaporkan menggunakan gas air mata untuk membubarkan massa. Salah satu video yang viral memperlihatkan seorang pengunjuk rasa tunggal yang duduk di tengah jalan menghadapi barisan polisi bermotor, yang kini menjadi simbol perlawanan baru di Iran.
Di tengah gejolak domestik, Pezeshkian mengklaim, bahwa Iran sedang berada dalam perang skala penuh dengan AS, Israel, dan Eropa. Sementara itu, Presiden AS, Donald Trump, mengatakan bahwa ekonomi Iran telah hancur akibat inflasi luar biasa.
Trump memperingatkan akan melakukan serangan balasan keras jika Teheran berupaya mempersenjatai diri kembali setelah serangan AS terhadap fasilitas nuklir Iran awal tahun ini.
"Maksud saya, saya tidak akan berbicara tentang penggulingan rezim. Mereka memiliki banyak masalah yang sedang mereka hadapi. Mereka mengalami inflasi yang luar biasa. Ekonomi mereka hancur, ekonomi mereka tidak baik. Dan saya tahu bahwa orang-orang tidak begitu senang," kata Trump, seperti dikutip ABC News, Rabu, 31 Desember 2025.
Protes besar sebelumnya terjadi pada 2022 dan 2023 setelah Mahsa Amini, perempuan 22 tahun, meninggal dalam tahanan polisi. Ribuan orang turun ke jalan, ratusan tewas, dan lebih dari 20.000 orang ditangkap. Beberapa dieksekusi. Pemerintah menyebut para demonstran sebagai perusuh yang dipengaruhi asing.
Dalam situasi yang terus memanas, Presiden Masoud Pezeshkian menyampaikan pidato di parlemen pada Minggu, 28 Desember 2025, saat membela rancangan anggaran kontroversial. RUU tersebut mengusulkan kenaikan upah sebesar 20 persen, sementara inflasi mencapai 50 persen. Pemerintah juga berencana menaikkan pajak hingga 62 persen.
(Kelvin Yurcel)