Begini Kronologi Dugaan Korupsi Pusat Data Nasional Sementara Kominfo

Ilustrasi. Metrotvnews.com.

Begini Kronologi Dugaan Korupsi Pusat Data Nasional Sementara Kominfo

Siti Yona Hukmana • 14 March 2025 14:13

Jakarta: Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) tengah mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa pengelolaan pada Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo (sekarang Komdigi) periode 2020-2024. Pengusutan dugaan rasuah ini dilakukan sejak Kamis, 13 Maret 2025.

"Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Safrianto Zuriat Putra menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-488/M.1.10/Fd.1/03/2025 tanggal 13 Maret 2025 dan memerintahkan sejumlah Jaksa Penyidik untuk melakukan penyidikan terhadap perkara tersebut," kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Jakpus Bani Immanuel Ginting dalam keterangan tertulis, Jumat, 14 Maret 2025.

Bani menuturkan kasus ini bermula pada 2020, ketika Kominfo melakukan pengadaan barang dan jasa PDNS senilai Rp958 miliar. Dalam pelaksanaannya, kata Bani, terjadi pengkondisian pemenangan kontrak PDNS antara pejabat Kominfo dengan pihak swasta PT AL.

Kemudian pada 2020, pejabat dari Kominfo bersama perusahaan swasta mengondisikan pemenangan kontrak senilai Rp60,3 miliar kepada PT AL. Pengkondisian itu kemudian berlanjut pada 2021 dengan nilai kontrak bertambah menjadi Rp102,6 miliar.

"Pada tahun 2022, terdapat adanya pengondisian lagi antara pejabat di Kominfo dengan perusahaan swasta tersebut untuk memenangkan perusahaan yang sama," tuturnya.
 

Baca juga: Kejari Jakpus Bongkar Korupsi Terkait Kebocoran Data Penduduk di Kominfo

Bani menjelaskan pengondisian pemenangan kontrak itu dilakukan dengan menghilangkan persyaratan tertentu. Sehingga, PT AL dapat terpilih sebagai pelaksana kegiatan dengan nilai kontrak Rp188,9 miliar.

Bani mengatakan kondisi itu terus berlanjut hingga perusahaan yang sama berhasil memenangkan proyek pekerjaan komputasi awan. Dengan nilai kontrak di tahun 2023 sebesar Rp350,9 miliar dan tahun 2024 senilai Rp256,5 miliar.

"Di mana perusahaan tersebut bermitra dengan pihak yang tidak mampu memenuhi persyaratan pengakuan kepatuhan ISO 22301," terangnya.

Bani melanjutkan pemenangan proyek itu juga dilakukan tanpa adanya masukan pertimbangan kelaikan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Padahal, itu syarat penawaran.

"Sehingga pada Juni 2024, terjadi serangan ransomware yang mengakibatkan beberapa layanan tidak layak pakai dan tereksposenya data diri penduduk Indonesia," beber dia.

Anggaran pelaksanaan pengadaan PDSN yang telah menghabiskan dana sebesar Rp959,4 miliar itu juga dilakukan tidak sesuai Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik. Akibatnya, menimbulkan kerugian keuangan negara ratusan miliar rupiah.
 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)