Industri Manufaktur Melempem, Pemerintah Bidik Kawasan Industri Tertentu

Direktur Jenderal KPAII Kemenperin Tri Supondy. Foto: dok Biro Humas Kemenperin.

Industri Manufaktur Melempem, Pemerintah Bidik Kawasan Industri Tertentu

Husen Miftahudin • 4 June 2025 14:33

Jakarta: Di tengah melempemnya industri manufaktur di Indonesia, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendukung percepatan pembangunan dan penyebaran industri secara merata di seluruh wilayah Indonesia. Langkah strategis ini akan dituangkan pada Rancangan Peraturan Menteri Perindustrian (R-Permenperin) tentang Kawasan Industri Tertentu (KIT).

"Rancangan Permenperin ini diharapkan dapat menjadi solusi dalam mengakomodasi kebutuhan pengembangan kawasan industri dengan karakteristik khusus, termasuk keterbatasan lahan dan pengembangan kawasan tematik," kata Direktur Jenderal KPAII Kemenperin Tri Supondy dalam keterangan resmi, Rabu, 4 Juni 2025.

Tri menjelaskan, perwilayahan industri menjadi pendekatan yang strategis dalam pembangunan sektor industri nasional. Apalagi, industri manufaktur berperan penting menjadi tulang punggung bagi perekonomian nasional.

"Selama lima tahun terakhir, industri pengolahan nonmigas mencatatkan kinerja positif dengan pertumbuhan tahunan (yoy) stabil di kisaran empat hingga lima persen. Kontribusi sektor ini terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional pun konsisten berada di atas 16 persen, bahkan mencapai 17,50 persen pada triwulan I-2025," sebut dia.

Menurut Tri, pengembangan kawasan industri dilakukan berdasarkan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) hingga 2035 melalui pembentukan Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI), Kawasan Peruntukan Industri (KPI), serta pembangunan Kawasan Industri dan Sentra Industri Kecil dan Menengah (IKM).

"Seluruh kegiatan industri wajib berlokasi di dalam kawasan industri. Hingga Mei 2025, sebanyak 170 perusahaan kawasan industri telah memperoleh Izin Usaha Kawasan Industri (IUKI), dengan luas lahan mencapai 94.841 hektare dan tingkat keterisian lahan sebesar 59,52 persen," tuturnya.

Oleh karena itu, Rancangan Permenperin tentang Kawasan Industri Tertentu disusun untuk memberikan arahan yang lebih jelas terkait pengembangan kawasan industri dengan luas di bawah 50 hektare dalam kondisi tertentu.

Beberapa kondisi tersebut mencakup kebutuhan pengembangan kawasan tematik (seperti industri hasil tembakau, hasil kelautan dan perikanan, tekstil, dan digital yang dibagi sesuai dengan wilayah pengembangan WPPI Jawa dan Luar Jawa).

Selain itu, karena keterbatasan lahan KPI dalam satu hamparan di kabupaten/kota, serta kebijakan percepatan pembangunan industri dalam kawasan strategis seperti Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) atau Kawasan Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Bebas (KPBPB).

"Rancangan regulasi ini juga memberikan ruang bagi kawasan industri yang telah berdiri dan beroperasi sebelum 2015, untuk dapat ditetapkan sebagai kawasan industri melalui mekanisme pasal peralihan. Hal ini membuka peluang legalisasi bagi kawasan industri eksisting, khususnya di Kota Batam dan wilayah lain yang memiliki kondisi serupa," imbuh Tri.
 

Baca juga: Industri Manufaktur Indonesia Tertekan Dinamika Ekonomi Global hingga Banjir Impor


(Ilustrasi industri manufaktur. Foto: mas-software.com)
 

Manufaktur tertekan banjir impor


Diketahui, industri manufaktur dalam negeri masih mengalami tekanan di tengah dinamika ekonomi global dan banjirnya impor produk jadi di pasar domestik.

Hal ini tercermin pada capaian Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Mei yang sebesar 47,7, masih terkontraksi karena di bawah ambang batas pertumbuhan PMI manufaktur di bawah 50. Namun demikian angka tersebut meningkat dibanding April yang di level 46,7.

Juru Bicara (Jubir) Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief menjelaskan hasil survei PMI manufaktur menunjukkan terjadinya penurunan pada pesanan baru di bulan lalu. Penurunan pesanan ini lantaran lesunya permintaan pasar.

"Ini termasuk yang ingin menembus pasar ekspor, khususnya ke Amerika Serikat karena dampak tarif Trump," ungkap Febri.

Febri menjelaskan pengiriman ekspor juga mengalami kendala karena sulit mendapatkan kapal sebagai alat angkut logistik dan pengaruh cuaca buruk. Bahkan, perlambatan kinerja industri manufaktur juga karena volume produksi yang anjlok, salah satunya akibat harga bahan baku yang terus melonjak.

"Ini yang membuat industri kita tidak berdaya saing dengan kompetitor, karena harga jual dari kompetitor juga tidak naik, terjadilah efisiensi," beber dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Husen Miftahudin)