Ilustrasi industri manufaktur. Foto: dok Daihatsu.
Insi Nantika Jelita • 3 June 2025 11:23
Jakarta: Industri manufaktur dalam negeri masih mengalami tekanan di tengah dinamika ekonomi global dan banjirnya impor produk jadi di pasar domestik. Hal ini tercermin pada capaian Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Mei yang sebesar 47,7, masih terkontraksi karena di bawah ambang batas pertumbuhan PMI manufaktur di bawah 50. Namun demikian angka tersebut meningkat dibanding April yang di level 46,7.
Juru Bicara (Jubir) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arief menjelaskan hasil survei PMI manufaktur menunjukkan terjadinya penurunan pada pesanan baru di bulan lalu. Penurunan pesanan ini lantaran lesunya permintaan pasar.
"Ini termasuk yang ingin menembus pasar ekspor, khususnya ke Amerika Serikat karena dampak tarif Trump," ungkap Febri dalam keterangan resmi dikutip Selasa, 3 Juni 2025.
Febri menjelaskan pengiriman ekspor juga mengalami kendala karena sulit mendapatkan kapal sebagai alat angkut logistik dan pengaruh cuaca buruk. Bahkan, perlambatan kinerja industri manufaktur juga karena volume produksi yang anjlok, salah satunya akibat harga bahan baku yang terus melonjak.
"Ini yang membuat industri kita tidak berdaya saing dengan kompetitor, karena harga jual dari kompetitor juga tidak naik, terjadilah efisiensi," beber dia.
Namun demikian, S&P Global melaporkan, para pelaku industri masih percaya diri (PD) di tengah masa sulit saat ini, dan mereka menilai kondisi ini akan berlalu secepatnya dan kinerja industri kembali bertumbuh. Kepercayaan diri para pelaku industri ini terlihat dari upaya mereka yang masih berkomitmen untuk menambah jumlah tenaga kerja.
Baca juga: Upaya Bangun Manufaktur Dikritisi, Kemenperin Beberkan Fakta-faktanya |