#OnThisDay 28 Agustus: Wafatnya Tokoh Tiga Serangkai Ernest Douwes Dekker

Ernest François Eugène Douwes Dekker (dikenal Douwes Dekker atau Danudirja Setiabudi) saat sebagai pegawai di Departemen Penerangan pada tahun 1948. Dokumentasi/ Wikipedia

#OnThisDay 28 Agustus: Wafatnya Tokoh Tiga Serangkai Ernest Douwes Dekker

Deny Irwanto • 28 August 2025 09:54

Jakarta: 28 Agustus menjadi salah satu tanggal bersejarah di Indonesia yakni waratnya seorang pejuang kemerdekaan dan pahlawan nasional Dr. Ernest François Eugène Douwes Dekker (dikenal Douwes Dekker atau Danudirja Setiabudi). Pria kelahiran Pasuruan 8 Oktober 1879 itu adalah salah seorang peletak dasar nasionalisme Indonesia di awal abad ke-20.

Douwes Dekker juga dikenal sebagai penulis yang kritis terhadap kebijakan pemerintah penjajahan Hindia Belanda, wartawan, aktivis politik, serta penggagas nama 'Nusantara' sebagai nama untuk Hindia Belanda yang merdeka.

Menurut informasi yang dihimpun dari Wikipedia, Setiabudi adalah salah satu dari 'Tiga Serangkai' pejuang pergerakan kemerdekaan Indonesia, selain dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara).

Dalam perjalanan hidupnya, Douwes Dekker dikenal sebagai sosok yang pandai menulis. Bahkan laporan pengalaman peperangannya di surat kabar terkemuka membuat ia ditawari menjadi reporter koran Semarang terkemuka, De Locomotief. 

Di sinilah ia merintis kemampuannya dalam berorganisasi. Tugas-tugas jurnalistiknya, seperti ke perkebunan di Lebak dan kasus kelaparan di Indramayu, membuatnya mulai kritis terhadap kebijakan kolonial. Ketika ia menjadi staf redaksi Bataviaasch Nieuwsblad, 1907, tulisan-tulisannya menjadi semakin pro kaum Indo dan pribumi. 

Perjuangan Masa Revolusi Kemerdekaan

Douwes Dekker pernah terlibat dalam posisi-posisi penting di sisi Republik Indonesia. Pertama-tama ia menjabat sebagai menteri negara tanpa portofolio dalam Kabinet Sjahrir III, yang hanya bekerja dalam waktu hampir 9 bulan.


Ernest Douwes Dekker. Dokumentasi/ Wikipedia

Selanjutnya berturut-turut Douwes Dekker menjadi anggota delegasi negosiasi dengan Belanda sebagai konsultan dalam komite bidang keuangan dan ekonomi, anggota Dewan Pertimbangan Agung, pengajar di Akademi Ilmu Politik (sekarang Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada), dan terakhir sebagai kepala seksi penulisan sejarah (historiografi) di bawah Kementerian Penerangan.

Di mata beberapa pejabat Belanda yang konservatif, Douwes Dekker dianggap 'komunis' dikarenakan pandangannya yang pro-Republik, meskipun ini sama sekali tidak benar dikarenakan DD bergabung dengan Partai Masyumi.

Pada periode ini DD sempat tinggal satu rumah dengan Sukarno, tetapi segera setelah ia dan Haroemi menikah dan dikarenakan kondisi kesehatannya, ia menempati salah satu rumah di Kaliurang. Dari rumah di Kaliurang inilah pada 21 Desember 1948 ia diciduk tentara Belanda yang tiba dua hari sebelumnya di Yogyakarta dalam 'Operatie Kraai' (Agresi Militer Belanda II).

Setelah diinterogasi singkat, ia lalu dikirim ke Jakarta untuk diinterogasi kembali. Tak lama kemudian Douwes Dekker dibebaskan karena kondisi fisiknya yang lemah dan setelah berjanji tak akan melibatkan diri dalam kegiatan politik ia dibawa ke Bandung atas permintaannya, Haroemi kemudian menyusulnya. Setelah renovasi, mereka lalu menempati rumah lama keluarga Douwes Dekker (dijulukinya 'Djiwa Djuwita') di Jalan Lembang.

Di Bandung DD terlibat kembali dengan aktivitas di Ksatrian Instituut. Kegiatannya yang lain adalah mengumpulkan material bersama Haroemi untuk penulisan autobiografinya (70 jaar konsekwent, terbit pada tahun 1950) dan merevisi buku sejarah tulisannya.

Ernest Douwes Dekker wafat pada dini hari tanggal 28 Agustus 1950 (tertulis di batu nisannya dan menurut berita-berita; 29 Agustus 1950 menurut perhitungan Barat dan dimakamkan di TMP Cikutra, Bandung.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Deny Irwanto)