Meski Tipis, Rupiah Berhasil Pukul Mundur Dolar AS

Ilustrasi. Foto: MI/Usman Iskandar.

Meski Tipis, Rupiah Berhasil Pukul Mundur Dolar AS

Husen Miftahudin • 22 July 2025 16:38

Jakarta: Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan hari ini mengalami penguatan, meski tipis.
 
Mengutip data Bloomberg, Selasa, 22 Juli 2025, nilai tukar rupiah terhadap USD ditutup di level Rp16.319,5 per USD. Mata uang Garuda tersebut menguat tipis 3,5 poin atau setara 0,02 persen dari posisi Rp16.322 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
 
"Pada perdagangan sore ini, mata uang rupiah ditutup menguat tipis 3,5 poin, sebelumnya sempat menguat 30 poin di level Rp16.319,5 per USD dari penutupan sebelumnya di level Rp16.322 per USD," kata analis pasar uang Ibrahim Assuaibi dalam analisis harian.
 
Sementara itu, data Yahoo Finance juga menunjukkan rupiah berada di zona hijau pada posisi Rp16.305 per USD. Rupiah naik 20 poin atau setara 0,12 persen dari Rp16.325 per USD di penutupan perdagangan hari sebelumnya.
 
Sedangkan berdasar pada data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah berada di level Rp16.307 per USD. Mata uang Garuda tersebut menguat 23 poin dari perdagangan sebelumnya di level Rp16.330 per USD.
 

Baca juga: Rupiah Dibuka Perkasa di Level Rp16.307 per USD
 

Kekhawatiran tarif Trump

 
Ibrahim mengungkapkan, pergerakan nilai tukar rupiah hari ini dipengaruhi oleh sentimen kekhawatiran para pelaku pasar terhadap tarif impor AS mengingat menjelang batas waktu tarif 1 Agustus, prospek kesepakatan antara Uni Eropa (UE) dan AS semakin memudar.
 
"Perundingan yang sedang berlangsung antara Uni Eropa dan AS telah gagal mencapai kemajuan yang berarti selama beberapa minggu terakhir," tutur Ibrahim.
 
Presiden AS Donald Trump mengancam akan mengenakan tarif 30 persen pada sebagian besar barang impor dari negara-negara anggota blok Uni Eropa dalam upaya mengurangi defisit perdagangan saat ini. Sementara itu Uni Eropa bersiap menghadapi skenario terburuk dengan mengancam akan membalas tarif AS jika kesepakatan tidak tercapai.
 
Di sisi lain, pasar juga khawatir terhadap independensi The Fed yang semakin meningkat setelah Anggota DPR Anna Paulina Luna (R-Fla.) secara resmi melaporkan Ketua Jerome Powell ke Departemen Kehakiman (DOJ) atas tuduhan pidana, menuduhnya berbohong di bawah sumpah dalam dua kesaksian di hadapan Kongres terkait renovasi kantor pusat The Fed senilai USD2,5 miliar.
 
Meskipun konsekuensi hukumnya masih belum pasti, tekanan politik memicu kekhawatiran investor dan menambah ketidakpastian baru pada sentimen pasar yang sudah rapuh.
 
Sementara itu pasar terus bergulat dengan sinyal beragam dari beberapa pejabat The Fed mengenai potensi penurunan suku bunga pada Juli. Probabilitasnya menunjukkan Federal Reserve akan mempertahankan suku bunganya saat ini, dengan peluang sebesar 97 persen untuk mempertahankan suku bunga dan tiga persen untuk penurunan suku bunga 25 basis poin pada pertemuannya di 30 Juli.
 
"Fokus pasar hari ini adalah pidato pembukaan dari Ketua The Fed Jerome Powell pada sebuah acara yang diadakan oleh Federal Reserve dan data aktivitas manufaktur," papar Ibrahim.


(Ilustrasi kurs rupiah terhadap dolar AS. Foto: MI/Susanto)
 

BI hati-hati patok perkiraan pertumbuhan ekonomi 2026

 
Sementara itu, lanjut Ibrahim, kondisi perekonomian global di 2026 masih sulit ditebak, melihat gambaran pertumbuhan ekonomi tahun depan yang sangat dipengaruhi oleh kondisi eksternal dan internal.
 
"Oleh karena itu, Bank Indonesia cenderung lebih hati-hati membuat perkiraan pertumbuhan ekonomi 2026 pada kisaran 4,70 persen sampai 5,50 persen. Perlambatan ekonomi dunia, khususnya di negara mitra dagang utama seperti AS dan Tiongkok, berdampak pada kinerja ekspor nasional," papar Ibrahim.
 
Pemerintah juga perlu mempertimbangkan mengambil langkah kebijakan yang bersifat countercyclical untuk meredam dampak fluktuasi ekonomi. Mendorong belanja pemerintah lebih produktif dan memberikan stimulus yang tepat sasaran baik bagi kalangan miskin, rentan terutama untuk kelas menengah.
 
Langkah kebijakan memberikan stimulus fiskal untuk sektor transportasi, bantuan sosial, subsidi upah, insentif jalan tol, dan tambahan bantuan pangan beras. Instentif sektor transportasi dan tarif tol menyasar kelompok kelas menengah sehingga mobilitasnya lebih tinggi pada masa libur sekolah.
 
Sedangkan bantuan sosial, subsidi upah, dan bantuan pangan lebih terfokus pada kelompok rentan dan miskin sehingga bisa bertahan di tengah pelemahan ekonomi nasional. Begitu pula dari sisi moneter, kebijakan yang bersifat ekspansif melalui relaksasi suku bunga acuan, BI rate.
 
"Kebijakan ini dilakukan untuk menurunkan suku bunga kredit yang pada gilirannya diharapkan meningkatkan permintaan kredit, baik untuk investasi maupun konsumsi," jelas dia.
 
Kebijakan moneter ekspansif BI sejalan dengan kecenderungan inflasi yang cukup rendah. Pemerintah dan BI harus menyadari, untuk saat ini countercyclical policy fiskal dan moneter belum cukup kuat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
 
"Tetapi, lebih cenderung untuk menahan laju perlambatan ekonomi nasional, sehingga pertumbuhan tetap terjaga pada kisaran 5,0 persen," sebut Ibrahim.
 
Melihat berbagai perkembangan tersebut, Ibrahim memprediksi rupiah pada perdagangan Rabu besok akan bergerak secara fluktuatif dan kemungkinan besar akan kembali melemah.
 
"Untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp16.310 per USD hingga Rp16.360 per USD," jelas Ibrahim.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)