Paus Fransiskus mengecam pembunuhan anak-anak Gaza oleh Israel. Foto: EFE-EPA
Yerusalem: Pemerintah Israel memanggil Duta Besar Vatikan untuk Israel, Uskup Agung Adolfo Tito Yllana. Pemanggilan ini sebagai bentuk protes keras atas pernyataan Paus Fransiskus yang mengecam kematian ribuan anak Palestina dalam serangan militer di Gaza.
Langkah ini menandai semakin tegangnya hubungan diplomatik antara Israel dan Takhta Suci Vatikan, seiring dengan meningkatnya kritik global terhadap operasi militer Israel yang terus memakan korban jiwa.
Meski tidak dikategorikan sebagai teguran resmi, pertemuan di Yerusalem itu menjadi sinyal ketegangan yang semakin meruncing. Israel menyampaikan bahwa pernyataan Paus Fransiskus dalam beberapa misa dan khotbah terakhirnya telah mengabaikan konteks keamanan yang dihadapi negara tersebut.
Dalam misa pada Sabtu lalu, Paus Fransiskus dengan lantang mengecam pembunuhan anak-anak di Gaza dan menyebut tindakan Israel sebagai bentuk kekejaman.
“Kemarin, anak-anak dibom. Ini adalah kekejaman, bukan perang,” ujar Paus di hadapan jemaat di Vatikan, seperti dilansir dari
Middle East Eye, Jumat 27 Desember 2024.
Ia juga menyoroti penderitaan warga Palestina dan krisis kemanusiaan yang semakin memburuk di Gaza.
Respons keras dari Israel
Israel merespons keras pernyataan tersebut dengan menuding Paus Fransiskus mengabaikan ancaman yang dihadapi warganya akibat serangan dari kelompok militan Palestina.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel, Oren Marmorstein, menyatakan bahwa Israel kecewa dengan sikap Paus yang dinilai tidak memperhitungkan latar belakang konflik secara menyeluruh.
“Paus Fransiskus mengabaikan konteks lebih luas dari operasi militer Israel. Lebih dari 17.000 anak telah menjadi korban, namun ini adalah bagian dari upaya kami untuk melindungi warga sipil dari ancaman teroris,” ujar Marmorstein dalam pernyataan resminya.
Sumber dari media Israel juga mengungkapkan bahwa Presiden Israel, Isaac Herzog, berusaha mengatur pertemuan langsung dengan Paus Fransiskus di Vatikan dalam waktu dekat. Pertemuan ini diharapkan dapat meredakan ketegangan dan memperbaiki hubungan diplomatik yang mulai renggang.
Gestur simbolik dan reaksi publik
Selain pernyataan verbal, kritik terhadap Israel juga terlihat dalam berbagai simbol yang ditampilkan Vatikan. Salah satunya adalah adegan kelahiran di Lapangan Santo Petrus, di mana bayi Yesus terlihat beristirahat di atas keffiyeh Palestina – simbol perlawanan rakyat Palestina.
Adegan tersebut merupakan karya dua seniman asal Bethlehem, Johny Andonia dan Faten Nastas Mitwasi, yang menggunakan kayu zaitun dan bahan tradisional Palestina sebagai bentuk solidaritas terhadap warga Gaza.
Paus Fransiskus memanfaatkan kesempatan itu untuk kembali mengkritik industri senjata global dan menyerukan diakhirinya semua bentuk peperangan, seraya meminta umat Katolik di seluruh dunia untuk mendoakan perdamaian di Tanah Suci.
Namun, gestur tersebut menuai reaksi keras dari kalangan pendukung Israel yang menuduh Vatikan sengaja menyuarakan agenda pro-Palestina.
Ketegangan diplomatik yang terus meningkat
Hubungan antara Israel dan Vatikan telah menunjukkan tanda-tanda ketegangan sejak dimulainya serangan besar-besaran Israel di Gaza pada Oktober lalu.
Pada Februari, Kardinal Pietro Parolin, Sekretaris Negara Vatikan, secara terbuka mengecam operasi militer Israel yang dinilai tidak proporsional.
“Israel berhak membela diri, tetapi harus dilakukan secara proporsional. Dengan 30.000 korban jiwa, ini jelas melampaui batas,” kata Parolin dalam konferensi pers di Roma.
Pernyataan ini langsung memicu respons keras dari Kedutaan Besar Israel untuk Takhta Suci, yang menyebut komentar tersebut sebagai “tidak dapat diterima dan menyesatkan”.
Seiring berjalannya waktu, korban jiwa akibat serangan Israel di Gaza terus meningkat, dengan laporan terbaru dari Kementerian Kesehatan Palestina menyebutkan bahwa lebih dari 45.400 orang telah tewas, dan 107.940 lainnya mengalami luka-luka.
Pengaruh global dan implikasi diplomatik
Paus Fransiskus, sebagai pemimpin spiritual bagi 1,4 miliar umat Katolik di seluruh dunia, terus menyuarakan dukungannya terhadap hak-hak warga Palestina dan semakin vokal dalam mengecam kebijakan Israel di Gaza.
Sikap kritis Paus terhadap Israel semakin menonjol ketika Mahkamah Internasional (ICJ) mulai menyidangkan kasus dugaan genosida yang melibatkan Israel. Sejumlah organisasi hak asasi manusia juga telah merilis laporan yang menunjukkan adanya bukti kuat terkait kejahatan perang dan pembersihan etnis yang dilakukan oleh militer Israel.
Tak hanya itu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) saat ini sedang memproses surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, serta mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Terus berlanjutnya tekanan internasional dan kritik dari Paus Fransiskus, hubungan antara Israel dan Vatikan tampaknya akan menghadapi tantangan besar di masa mendatang.
(Muhammad Reyhansyah)