Ilustrasi. Foto: Dok Medcom.id
Media Indonesia • 14 November 2023 11:03
Jakarta: Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengusut kasus korupsi base transceiver station (BTS) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Pengusutan dilakukan dengan memeriksa enam saksi pada Senin, 13 November 2023.
Kejagung fokus mendalami peran tersangka Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Achsanul Qosasi. Istri dan anak pejabat BPK itu diperiksa untuk mendalami tindak pidana yang diduga dilakukan.
“Kejaksaan Agung melalui Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAMPIDSUS) memeriksa enam orang saksi," kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa, 14 November 2023.
Ketut membeberkan penyidik memeriksa RS selaku Istri Tersangka Achsanul Qosasi dan ANZQ selaku Putri Tersangka Achsanul Qosasi.
“Kemudian kami menelisik FN selaku Direktur Utama PT Media Telematika Jaya. Lalu saksi keempat BU selaku Direktur Operasional PT Bangkit Cipta Persada,” ungkap Ketut.
Saksi kelima, kata Ketut ialah General Manager PT Nexwave dengan inisial LH. Terakhir, HNJ selaku Kepala Bagian Keuangan dan SDM PT Pupuk Indonesia Niaga.
Adapun pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara yang merugikan negara hingga Rp8,3 triliun itu.
Kejagung telah menetapkan 16 tersangka dalam kasus ini. Achsanul Qosasi merupakan tersangka ke-16 yang ditetapkan pada Jumat, 3 November 2023.
Penetapan tersangka berbekal keterangan terdakwa Galumbang Menak Simanjuntak dalam persidangan beberapa waktu lalu. Dia menyebutkan bahwa Achsanul Qosasi menerima uang dari rasuah ini sekitar Rp40 miliar.
Kejagung memeriksa Achsanul pada Jumat pagi dan ditetapkan sebagai tersangka pada siang harinya.
Kejagung tengah mengusut aliran uang haram puluhan miliar tersebut ke pihak lainnya. Oknum BPK ini dijerat Pasal 12 B, Pasal 12 huruf e atau Pasal 5 Ayat 1 huruf b Jo Pasal 15 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). (Yakub Pryatama Wijayaatmaja)