Ilustrasi rupiah. Foto: MI.
Jakarta: Laju mata uang rupiah melemah terhadap dollar AS pada pembukaan perdagangan hari ini. Rupiah melemah di tengah keyakinan suku bunga The Fed akan turun pada tahun ini.
Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Jumat pagi turun 60 poin atau 0,38 persen menjadi Rp15.984 per USD dari penutupan perdagangan sebelumnya sebesar Rp15.924 per USD.
Imbal hasil
treasury AS untuk 10 tahun turun 0,01 persen. Imbal hasil treasury AS untuk 30 tahun turun 0,008 persen. Kemudian imbal hasil treasury AS untuk lima tahun turun 0,014 persen. Rata-rata imbal hasil
treasury AS turun setelah data inflasi paman sam yang melemah.
Angka inflasi tahunan AS pada April lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya, angka tersebut mendorong keyakinan The Fed dapat menurunkan suku bunga pada September dan Desember. Hal ini mendorong reli pada saham dan obligasi serta memberikan tekanan pada dolar. AS Penjualan ritel AS juga datar di April dan lebih lemah dari perkiraan, dan output manufaktur secara tak terduga turun.
"(Selain inflasi) banyak data aktivitas yang mereda,” kata Ahli Strategi Westpac, Imre Speizer, dilansir
CNBC International, Jumat, 17 Mei 2024.
Pada saat yang sama, meskipun pasar memperkirakan penurunan suku bunga Eropa akan dimulai pada Juni, data terbaru menunjukkan beberapa kejutan positif. Perekonomian Jerman tumbuh lebih dari perkiraan pada kuartal lalu untuk mendorong selera investor.
Menurut CME FedWatch Tool, para pedagang saat ini memperkirakan sekitar 70 persen kemungkinan penurunan suku bunga AS pada September. Angka ini meningkat tajam dibandingkan awal minggu ini.
Inflasi masih tinggi
Kepala Manajemen Portofolio Jangka Pendek di PIMCO Jerome Schneider mengatakan data inflasi AS terbaru mengkonfirmasi kepada investor potensi kenaikan suku bunga jangka pendek tak terjadi walaupun inflasi masih tinggi.
"Lebih penting lagi ketika Anda melihat apa yang terjadi dalam segmen CPI dan [Indeks Harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi], yang merupakan indikator inflasi yang lebih lazim bagi Federal Reserve, masih relatif tangguh," kata Schneider.
Dia menambahkan, meskipun data inflasi terbaru menenangkan investor, usaha The Fed menekan inflasi mendekati target dua persen tampak mustahil pada saat ini.