'Rojali' dan 'Rohana' Jadi Biang Kerok Omzet Mal Ambles

Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja. MI/Naufal Zuhdi

'Rojali' dan 'Rohana' Jadi Biang Kerok Omzet Mal Ambles

Naufal Zuhdi • 24 July 2025 12:53

Jakarta: Penurunan daya beli masyarakat tidak hanya ditunjukkan dengan adanya kalangan rojali, atau rombongan jarang beli. Tetapi kini muncul kalangan bernama rohana atau rombongan hanya nanya.

Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja menyebut bahwa kalamgan rohana juga menjadi salah satu faktor turunnya omzet pusat perbelanjaan di Indonesia. Ia mengatakan salah satu fungsi dari pusat perbelanjaan adalah hadirnya konsumen untuk melakukan interaksi antara penjual dengan pembeli.

"Saya kira itu di pusat perbelanjaan itu kan sifatnya adalah offline, kalau offline itu kan pasti terjadi interaksi kan tawar-menawar, nanya harga dan sebagainya. Saya kira itu umum hal-hal yang wajar lah. Dan juga kan fenomena rojali ini juga karena salah satunya faktor daripada fungsi pusat belanja. Fungsi pusat belanja itu kan bukan cuma sekedar belanja ada faktor edukasi ada faktor entertainmentnya, hiburan dan sebagainya," kata Alphonzus dikutip pada Kamis, 24 Juli 2025.

Kendati demikian, Alphonzus menyampaikan bahwa fenomena ini bukanlah fenomena yang baru terjadi belakangan. Akan tetapi, ia menyebut bahwa kini intensitas jumlah kini rojali dan rohana cenderung meningkat akibat pengaruh makro ekonomi maupun mikro ekonomi.

"Sekarang memang terjadi ini lebih karena faktor daya beli, khususnya yang di kelas menengah bawah. Kan daya belinya berkurang, uang yang dipegang semakin sedikit tapi mereka tetap datang ke pusat perbelanjaan. Makanya data APBBI menyatakan bahwa jumlah kunjungan ke pusat perbelanjaan tetap naik meskipun tidak signifikan. Tetapi yang berubah itu kan pola belanjanya. Pola belanjanya satu, mereka jadi lebih selektif berbelanja, kalau tidak perlu tidak (beli). Kemudian kalaupun belanja, beli barang produk yang harga satuan yang unit pricenya murah, itu yang terjadi," sebutnya.

Dengan pola belanja yang berubah itu, ia mengungkapkan bahwa omzet imbas dari rojali kini cenderung mengalami penurunan.

"Pasti (omzet turun) karena kan tadi saya sudah omong bahwa sekarang masyarakat kelas menengah bawah cenderung beli barang produk yang harga satuannya unit price-nya murah," tutur dia.
 

Baca juga: 

BSU Rp600 Ribu Masih Belum Cair? Cek Status Kamu di Sini



(Ilustrasi. Foto: Dok MI)

Bansos pemerintah angkat daya beli masyarakat

Di samping itu, Alphonzus menegaskan stimulus dari pemerintah seperti bantuan sosial (Bansos) berupa bantuan langsung tunai (BLT) sangat membantu masyarakat untuk mendongkrak daya beli yang memang belakangan ini kian melemah.

"Salah satu usulan kami itu adalah bantuan langsung tunai. Kenapa? Karena kan faktor masalah daya beli ini sudah terjadi cukup lama sejak 2024, jadi stimulus ataupun insentif yang diberikan oleh pemerintah iyu harus yang sifatnya langsung, satunya adalah BLT. BLT itu saya kira adalah langkah yang cukup tepat untuk bisa serta merta menaikkan daya beli masyarakat. Cuma yang jadi masalah BLT ini sering disalahgunakan untuk judi online dan sebagainya. Jadi memang harus hati-hati karena dengan diberikan BLT Jangan sampai digunakan untuk hal-hal yang salah, seperti judi online itu," ungkapya.

Di kesempatan yang sama, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso juga turut mengomentari fenomena rojali ini. Ia menjelaskan bahwa fenomena rojali memang sudah lama ada dan pemerintah tidak bisa memaksa untuk masyarakat wajib untuk berbelanja apabila berkunjung ke pusat perbelanjaan.

"Kan saya bilang kan kemarin kita tuh bebas, mau beli di online mau beli di offline kan bebas. Kan dari dulu juga fenomena itu (rojali) juga ada," tutur Budi. 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Eko Nordiansyah)