Daftar Negara Sekitar Palestina yang Tidak Mau Menampung Warga Gaza

Warga Gaza. (Mohammed Saber/EPA-EFE)

Daftar Negara Sekitar Palestina yang Tidak Mau Menampung Warga Gaza

Riza Aslam Khaeron • 10 April 2025 16:12

Jakarta: Presiden Indonesia Prabowo Subianto menyatakan kesiapan penuh untuk mengevakuasi 1.000 warga Gaza ke Indonesia. Ia menegaskan, “kami siap evakuasi mereka yang luka-luka, mereka yang kena trauma, anak-anak yatim piatu siapa pun boleh,” dalam keterangan persnya pada Rabu, 9 April 2025.

Evakuasi ini, kata Prabowo, bersifat sementara dan dilakukan dengan persetujuan semua pihak.

Namun langkah Indonesia ini justru menyoroti kontras yang mencolok dengan sikap mayoritas negara Arab. Di tengah krisis kemanusiaan yang memburuk di Gaza, sebagian besar negara-negara Arab menolak menampung pengungsi Palestina. Berikut penjelasannya.
 

Mesir

Dalam beberapa catatan, Mesir menegaskan sikap tegasnya: tidak akan menerima pemindahan warga Palestina dari Jalur Gaza ke wilayahnya, termasuk ke Semenanjung Sinai. Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi secara terbuka menyatakan penolakannya dalam konferensi pers bersama Kanselir Jerman Olaf Scholz di Kairo, Rabu, 18 Oktober 2023.

"Kami tidak akan kompromi dalam perjuangan rakyat Palestina," ujar al-Sisi seperti dikutip Anadolu. Ia menegaskan bahwa jutaan warga Mesir mendukung sepenuhnya sikap resmi pemerintah tersebut.

Al-Sisi bahkan mengusulkan alternatif: jika memang harus ada relokasi sementara, maka itu sebaiknya dilakukan ke Gurun Negev—wilayah yang berada dalam teritori Israel—hingga operasi militer Israel selesai. Bagi Mesir, menerima pengungsi di wilayahnya sama saja membuka pintu bagi solusi pemindahan permanen, sesuatu yang mereka nilai sebagai pelanggaran terhadap hak rakyat Palestina atas tanahnya sendiri.

Penolakan yang Ditegaskan di Parlemen
Penolakan tersebut tak hanya datang dari eksekutif. Parlemen Mesir juga bersuara lantang. Dalam sesi khusus pada Senin, 27 Januari, Ketua Parlemen Hanafi Gebali memperingatkan bahwa setiap rencana untuk merelokasi warga Palestina dari tanah mereka adalah "ancaman serius terhadap keamanan dan stabilitas kawasan."

"Kita tidak bisa mengabaikan bahaya besar dari usulan-usulan relokasi. Ini bukan sekadar isu geografis atau pengungsi, ini soal perjuangan sebuah bangsa," tegas Gebali.

Gebali menyatakan bahwa Palestina bukan sekadar rakyat yang mencari perlindungan, melainkan bangsa dengan sejarah, tanah suci, dan hak yang tidak bisa dihapus oleh waktu atau tekanan politik.
 

Arab Saudi, UEA, dan Qatar

Sementara itu, Arab Saudi tidak mengambil langkah signifikan selain menyuarakan dukungan verbal untuk rakyat Palestina. Meski begitu, Arab Saudi bersama sejumlah negara Arab seperti Uni Emirat Arab, dan Qatar secara resmi menolak rencana relokasi warga Palestina.

Dalam pertemuan menteri luar negeri di Kairo pada awal 2025, Saudi menegaskan penolakan terhadap segala bentuk pemindahan paksa warga Gaza. Mereka menyebut bahwa kehadiran rakyat Palestina di tanah airnya tidak bisa digantikan oleh penampungan di negara lain.

Riyadh juga mengutuk perluasan permukiman Israel, aneksasi tanah, dan pengusiran paksa sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia.
 
Baca Juga:
MUI Pertanyakan Rencana Prabowo Evakuasi Warga Gaza ke Indonesia
 

Yordania

Yordania menjadi satu-satunya negara yang menarik duta besar mereka, tetapi hal itu lebih karena sensitivitas domestik, sekitar separuh dari penduduknya adalah warga Palestina. Negara ini pernah mengalami konflik berdarah dengan faksi Palestina, terutama saat peristiwa Black September pada 1970 ketika PLO nyaris menggulingkan monarki Yordania.

Namun penolakan Yordania terhadap pengungsi Palestina kali ini bukan hanya soal sejarah. Mengutip Carnegie Endowment, pemerintah Yordania khawatir skenario pengusiran massal akan digunakan Israel untuk mengosongkan Gaza dan Tepi Barat dari warga Palestina.

Bahkan dalam perjanjian damai 1994 dengan Israel, Yordania menyisipkan klausul yang menolak segala bentuk pemindahan penduduk secara paksa.

Sebelumnya, Raja Abdullah II pun secara gamblang menolak gagasan pemindahan warga Gaza ke Yordania tahun lalu. Dalam konferensi pers bersama Kanselir Jerman Olaf Scholz di Berlin pada Oktober 2023, ia menyatakan, "Itu garis merah... Tidak ada pengungsi di Yordania, tidak ada pengungsi di Mesir."

Raja Abdullah II juga menolak tekanan dari Amerika Serikat, termasuk usulan Presiden Trump untuk menampung pengungsi Gaza dengan imbalan proyek pembangunan kembali wilayah tersebut. Meski begitu, Yordania bersedia menerima 2.000 anak-anak Gaza yang sakit kritis untuk mendapatkan pengobatan.

Situasi di Gaza menelanjangi kenyataan lama di dunia Arab: retorika solidaritas terhadap Palestina tidak berbanding lurus dengan tindakan nyata. Di sisi lain, langkah Indonesia menerima warga Gaza bisa dipandang sebagai wujud kemanusiaan—tetapi juga bisa ditafsirkan sebagai sejalan dengan ide Israel dan Trump yang mendorong relokasi warga Palestina.

Hal ini menunjukkan bahwa posisi Indonesia, meskipun berbeda dari mayoritas negara Arab, tetap harus dilihat secara hati-hati agar tidak dimanfaatkan untuk menormalisasi pengungsian permanen warga Gaza. 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(M Rodhi Aulia)