Kondisi IHSG Jadi Cerminan Proyeksi Ekonomi Mendatang

Ilustrasi. Foto: Dok MI

Kondisi IHSG Jadi Cerminan Proyeksi Ekonomi Mendatang

Eko Nordiansyah • 10 April 2025 11:50

Jakarta: Faktor utama yang memengaruhi anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) setelah libur panjang adalah kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengumumkan tarif impor baru hingga 49 persen untuk semua negara, termasuk Indonesia dengan tarif 32 persen untuk produk-produk Indonesia.

Namun Trump mengumumkan penangguhan selama tiga bulan atau sekitar 90 hari terhadap seluruh tarif impor tinggi yang sebelumnya diberlakukan kepada berbagai negara dan semua negara dengan tarif umum 10 persen, kecuali Tiongkok yang naik menjadi 125 persen.

Indonesia sendiri siap berdialog dengan Amerika Serikat mengenai penerapan tarif impor baru terhadap produk-produk Indonesia dan akan melakukan penyederhanaan dan penghapusan regulasi yang menghalangi perdagangan internasional, khususnya Non-Tariff Measures (NTMs).

Tak dapat dimungkiri, kebijakan Trump memberikan dampak langsung pada pasar keuangan domestik yang tercermin dalam nilai tukar rupiah yang mencatatkan rekor terlemah sepanjang sejarah menembus Rp17.101 per USD. Selain itu, penurunan tajam juga terjadi di Bursa Wall Street dan bursa saham Asia, memperburuk sentimen pasar global.

Menyoal kondisi pasar yang sedang bergejolak, Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT) Dimas Krisna Ramadhani menegaskan penurunan IHSG yang mencapai level terendah baru mencerminkan proyeksi kondisi ekonomi Indonesia dalam beberapa bulan mendatang.

"Sebagai indikator awal perekonomian atau leading indicator, IHSG memberikan sinyal penting mengenai arah perekonomian Indonesia ke depan dan oleh karena itu pergerakan IHSG harus diperhatikan dengan seksama oleh para investor," tutur dia, Kamis, 10 April 2025.
 

Baca juga: 

Berkat Penundaan Tarif Trump, IHSG Meroket 4,52% Pagi Ini



(Ilustrasi IHSG. MI/Usman Iskandar)

Butuh kebijakan strategis

Dimas juga menekankan, meskipun kebijakan moneter Indonesia terbatas saat ini, tantangan besar akan muncul di masa depan. Ia menjelaskan penurunan ekonomi riil yang tercermin dalam pergerakan IHSG akan semakin sulit diatasi dengan kebijakan yang ada, sehingga diperlukan kebijakan yang lebih strategis untuk mengantisipasi dampak lanjutan dari tekanan global.

Terkait dengan kebijakan teknis pasar seperti ARB (Auto Reject Below) 15 persen dan trading halt, Dimas mengapresiasi langkah trading halt yang diambil untuk menahan tekanan jual, namun ia mengeritik kebijakan ARB 15 persen yang dapat menyebabkan likuiditas pasar semakin kering.

Dimas juga menyoroti kemungkinan perlambatan ekonomi global yang dapat berimbas pada Indonesia. Penurunan yang terjadi di pasar saham global memberikan gambaran tentang potensi perlambatan ekonomi global yang dapat mempengaruhi perekonomian domestik.

"Jika ekonomi global mengalami perlambatan, Indonesia juga berisiko mengalami hal yang sama," ujar dia.

Sebagai respons terhadap situasi pasar saat ini, Dimas memproyeksikan IHSG masih memiliki ruang untuk mengalami koreksi lebih lanjut, dengan target terdekat pada level 5.500.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Eko Nordiansyah)