Profil Tuan Rondahaim Saragih, Penguasa Adat Simalungun Berjuluk Napoleon dari Tanah Batak

Profil Tuan Rondahaim Saragih Garingging sosok pahlawan nasional dari Tanah Simalungun.(Dok. Media Indonesia)

Profil Tuan Rondahaim Saragih, Penguasa Adat Simalungun Berjuluk Napoleon dari Tanah Batak

Whisnu Mardiansyah • 10 November 2025 16:04

Jakarta: Dalam sejarah perjuangan melawan kolonialisme di Indonesia, nama Tuan Rondahaim Saragih Garingging mungkin tidak sepopuler Pangeran Diponegoro di Jawa atau Tuanku Imam Bonjol di Sumatra Barat. Namun, bagi masyarakat Simalungun, Sumatra Utara, sang penguasa adat Partuanan Raya ke-14 ini adalah simbol perlawanan dan keteguhan hati yang tak tergoyahkan. Pada 10 November 2025, pengabdiannya akhirnya diakui secara resmi ketika Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menganugerahkannya gelar Pahlawan Nasional.

Tuan Rondahaim, yang hidup antara 1828-1891, tercatat dalam sejarah kolonial Belanda dengan julukan mengagumkan "Napoleon der Bataks" atau Napoleonnya orang Batak. Julukan ini diberikan sebagai bentuk pengakuan atas kecerdikan strategi militer dan kepemimpinan gemilangnya dalam mengorganisasi pertahanan.

Masa Muda dan Warisan Kepemimpinan

Tuan Rondahaim terlahir di Juma Simandei (Huta Sinondang), Pematang Raya, Simalungun, pada 1828. Sebagai putra dari Tuan Jinmahadim Saragih Garingging, penguasa Partuanan Raya ke-13, dan ibunda Puang Ramonta boru Purba Dasuha, darah kepemimpinan telah mengalir dalam nadinya sejak dini.

Sejak kecil, ia menerima pendidikan adat dan pemerintahan lokal, mempelajari Bahasa Melayu, dan mendalami diplomasi adat. Sejarah mencatat, pada usia 12 tahun sekitar 1840, sang ayah wafat. Posisi warisan kepemimpinan sempat diambil alih pamannya sebagai pemangku kerajaan sebelum akhirnya Tuan Rondahaim resmi dinobatkan sebagai Raja Raya ke-14 dengan gelar "Namabajan".

 

Strategi Pertahanan yang Visioner

Berbeda dengan penguasa adat pada masanya, Tuan Rondahaim membawa visi militer yang modern. Ia tidak hanya menjalankan pemerintahan adat, tetapi secara sistematis memperkuat sistem pertahanan Partuanan Raya.

Tuan Rondahaim adalah pemimpin yang visioner. Ia memahami bahwa menghadapi Belanda membutuhkan strategi yang terorganisasi dan pasukan yang terlatih. Ia merekrut guru-guru perang dari kawasan Aceh dan Gayo untuk melatih pasukan adatnya. Jejaring diplomasi pun dibangun dengan kerajaan-kerajaan kecil di Simalungun seperti Siantar, Sidamanik, Tanah Jawa, Pane, Purba, dan Silimakuta, membentuk aliansi pertahanan yang solid.

Pada era akhir abad ke-19, ketika ekspansi kolonial Belanda semakin gencar di Sumatra Timur, Tuan Rondahaim menghadapinya dengan strategi gerilya yang cerdik. Ia memanfaatkan medan hutan pegunungan Simalungun untuk serangan mendadak dan pemutusan jalur logistik musuh.

Yang luar biasa, wilayah Partuanan Raya tidak pernah berhasil ditaklukkan Belanda selama masa kepemimpinannya. Catatan sejarah menunjukkan wilayah itu baru takluk pada 1901, sepuluh tahun setelah wafatnya sang pemimpin.

Pertempuran besar tercatat di Dolok Merawan pada 21 Oktober 1887, dan di Bandar Padang pada 12 Oktober 1889. Keberanian dan kecerdikan strateginya inilah yang membuat Belanda memberinya julukan "Napoleon der Bataks" penghormatan sekaligus pengakuan atas tantangan besar yang dihadapi pasukan kolonial.


Presiden Prabowo Subianto secara resmi memberikan anugerah gelar Pahlawan Nasional kepada 10 tokoh nasional. DOk. Tangkapan Layar

Warisan yang Abadi

Kondisi kesehatan Tuan Rondahaim menurun setelah masa-masa intensif perlawanan terhadap kolonial. Pada Juli 1891, ia wafat di Rumah Bolon Raya dan dimakamkan di Pematang Raya. Meski telah tiada, semangat perjuangannya terus hidup dalam ingatan masyarakat Simalungun.

Pengakuan atas jasa-jasanya sebenarnya telah dimulai jauh sebelum penetapan sebagai Pahlawan Nasional. Pada 13 Agustus 1999, Presiden BJ Habibie menganugerahi Tuan Rondahaim Tanda Kehormatan Bintang Jasa Utama melalui Keputusan Presiden Nomor 077/TK/Tahun 1999.

Proses pengusulan gelar Pahlawan Nasional sendiri melalui perjalanan panjang. Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) Sumatra Utara telah mengkaji dan mengusulkannya sejak 2020, hingga akhirnya pada 10 November 2025, gelar Pahlawan Nasional resmi disematkan melalui Keputusan Presiden Nomor 116/TK/2025.

Penetapan Tuan Rondahaim sebagai Pahlawan Nasional memiliki makna mendalam, tidak hanya sebagai pengakuan historis, tetapi juga sebagai peneguhan identitas dan nilai "Habonaron Do Bona" motto kebangsaan masyarakat Simalungun yang berarti berjuang, bangkit, dan setia.

Bagi Mariati Purba, keturunan ke-5 Tuan Rondahaim yang kini menjadi pengajar budaya Simalungun, penetapan ini memiliki arti khusus. "Dalam setiap cerita yang dituturkan turun-temurun, Almarhum selalu menekankan pentingnya persatuan dan kecintaan pada tanah air. Nilai-nilai ini yang ingin kami teruskan kepada generasi muda," ungkap Mariati, Senin, 10 November 2025.

Kisah Tuan Rondahaim mengajarkan bahwa Pahlawan Nasional tidak hanya berasal dari kategori militer formal atau era kemerdekaan 1945. Perjuangan rakyat adat melawan kolonialisme, meski terjadi jauh sebelumnya, memiliki kontribusi sama pentingnya dalam membentuk nasionalisme Indonesia.

Tuan Rondahaim Saragih Garingging adalah bukti nyata bahwa akar perjuangan Bangsa Indonesia tumbuh dalam keragaman budaya dan kearifan lokal. Dengan pengakuan ini, kita diingatkan bahwa keberanian, persatuan, dan cinta Tanah Air adalah warisan yang harus terus dihidupkan dari generasi ke generasi.

*Pengerjaan artikel berita ini melibatkan peran kecerdasan buatan (artificial intelligence) dengan kontrol penuh tim redaksi.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Whisnu M)