Kebijakan Tarif AS dan Konflik Rusia-Ukraina Picu Kenaikan Harga Emas

Ilustrasi. Foto: Unplash

Kebijakan Tarif AS dan Konflik Rusia-Ukraina Picu Kenaikan Harga Emas

Husen Miftahudin • 3 June 2025 10:31

Jakarta: Harga emas dunia (XAU/USD) melonjak tajam pada perdagangan Senin, 2 Juni 2025, mencetak level tertinggi dalam lebih dari empat minggu terakhir. Menurut analisis dari analis Dupoin Futures Indonesia Andy Nugraha, lonjakan ini dipicu oleh kombinasi faktor geopolitik, ketegangan dagang global, sinyal dovish dari Federal Reserve, serta pelemahan dolar Amerika Serikat (AS).

Pada sesi perdagangan Senin, harga emas melonjak tajam setelah meningkatnya ketegangan antara Rusia dan Ukraina. Ukraina dilaporkan meluncurkan serangan udara terhadap pangkalan militer Rusia, menghancurkan sejumlah pembom jarak jauh dan pesawat tempur. Serangan ini meningkatkan ketidakpastian geopolitik global, mendorong investor beralih ke aset safe haven seperti emas.

Menambah keresahan pasar, Presiden AS Donald Trump secara resmi menggandakan tarif impor baja dan aluminium menjadi 50 persen mulai 4 Juni. Kabar ini menciptakan ketegangan baru dalam hubungan dagang antara AS dan Tiongkok. Retorika tajam terhadap Beijing dan ketidakpastian pertemuan Trump-Xi Jinping, yang belum dijadwalkan pasti, turut menekan pasar ekuitas AS dan memperkuat minat pada logam mulia.

Pergerakan harga emas pada Selasa, 3 Juni 2025, menunjukkan kelanjutan dari tren positif yang dimulai sejak awal pekan. Harga XAU/USD sempat menembus level penting dan diperdagangkan di sekitar USD3.388, hanya beberapa poin dari proyeksi resistance jangka pendek. Kenaikan ini menandai penguatan tajam dalam dua hari berturut-turut.

"Dari sisi teknikal, pola candlestick harian dan indikator Moving Average mendukung sentimen bullish. Jika dorongan beli berlanjut, harga emas berpotensi menguji level resistance di USD3.392 dalam waktu dekat. Namun, jika terjadi tekanan jual mendadak atau reversal teknikal, maka harga bisa turun kembali ke level support terdekat di kisaran USD3.347," ungkap Andy seperti dikutip dari analisis hariannya, Selasa, 3 Juni 2025.
 

Baca juga: Harga Emas Dunia Lagi-lagi Curi Kilau Dolar AS


(Ilustrasi pergerakan harga emas. Foto: dok Bappebti)
 

PMI Manufaktur melambat


Dari sisi makroekonomi, data PMI Manufaktur ISM untuk periode Mei mencatat perlambatan ke 48,5 dari sebelumnya 48,7. Meski begitu, komponen harga yang dibayar menurun, sementara indeks ketenagakerjaan mengalami sedikit perbaikan, memberikan sinyal campuran bagi pasar. Investor kini mengalihkan fokus ke rilis data Non-Farm Payrolls (NFP) yang dijadwalkan akhir pekan ini.

Sinyal dovish dari Gubernur The Fed, Christopher Waller, juga turut memperkuat pasar emas. Waller menyatakan bahwa pemangkasan suku bunga masih mungkin dilakukan tahun ini, meski inflasi tetap menjadi perhatian utama. Komentar tersebut langsung menekan dolar AS, dengan Indeks Dolar (DXY) anjlok 0,72 persen ke 98,71, memperkuat momentum bullish bagi emas.

Di sisi lain, imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun naik hampir enam basis poin menjadi 4,458 persen, sementara yield riil juga naik ke 2,118 persen. Ini menunjukkan adanya tekanan dari sisi fiskal dan ekspektasi inflasi, namun pasar emas tampaknya masih mampu mempertahankan momentumnya berkat dominasi sentimen risiko global.

Secara keseluruhan, Andy nugraha melihat outlook jangka pendek XAU/USD masih cenderung bullish, terutama jika sentimen risiko terus mendominasi pasar global.

"Investor/trader disarankan untuk tetap memperhatikan dinamika pertemuan antara Presiden Trump dan Xi Jinping, serta data Non-Farm Payrolls yang akan rilis pada akhir pekan ini, yang bisa menjadi penentu arah berikutnya," tutur Andy.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)