Gedung Pertamina. Foto: Dok/Setkab.
Riza Aslam Khaeron • 17 March 2025 17:27
Jakarta: Kasus dugaan korupsi di Pertamina yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp193 triliun kembali menguatkan masalah tata kelola dalam perusahaan BUMN ini. Melansir laman Universitas Gajah Mada (UGM) pada Senin, 17 Maret 2025, Guru Besar Manajemen dan Kebijakan Publik Fisipol UGM, Prof. Dr. Gabriel Lele, memberikan pandangannya bahwa persoalan yang terjadi saat ini hanyalah puncak dari masalah yang sudah berlangsung selama puluhan tahun.
“Sejak tahun 70-an, korupsi di Pertamina terus terjadi tanpa adanya reformasi struktural yang benar-benar memperbaiki tata kelola. Setiap ada skandal, solusi yang diambil cenderung bersifat reaktif, bukan perbaikan menyeluruh,” ujarnya.
Salah satu permasalahan mendasar dalam pengelolaan Pertamina adalah lemahnya pengawasan. Gabriel menilai bahwa mekanisme pengawasan yang ada, baik internal melalui audit maupun eksternal oleh DPR, tidak cukup efektif dalam mendeteksi praktik korupsi.
Jika ditilik dari besarnya angka kerugian, Gabriel menduga terdapat dua kemungkinan, yakni dari sisi pengawasan yang gagal mendeteksi atau memang sengaja dibuat tidak berfungsi. Ia menekankan bahwa pengawasan tidak bisa hanya mengandalkan mekanisme internal pemerintah.
Sebagai perusahaan yang memonopoli distribusi bahan bakar di Indonesia, Pertamina seharusnya menerapkan transparansi yang lebih luas.
“Masyarakat baru mengetahui masalah ini setelah skandal meledak, tetapi periode sebelum terasa gelap bagi publik. Maka dari itu, setiap kontrak yang dibuat, termasuk pihak yang terlibat dan nilai transaksinya, seharusnya bisa diakses oleh masyarakat,” ujar Gabriel.
Baca Juga: Eks Dirut Pertamina Bungkam Saat Ditanya Kasus Korupsi Gas |