Regulasi Berjubel, Ekosistem Tembakau Ikut Tertekan

Ilustrasi. Foto: Dok Metrotvnews.com

Regulasi Berjubel, Ekosistem Tembakau Ikut Tertekan

Eko Nordiansyah • 17 February 2025 17:11

Jakarta: Langkah pemerintah yang terburu-buru dalam merampungkan regulasi pertembakauan tanpa melibatkan seluruh ekosistem terdampak memberikan efek domino negatif. Salah satunya implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) terkait pengamanan zat adiktif dan Rancangan Permenkes yang mengatur tembakau.

Ketua Umum Pakta Konsumen Nasional (PakNas) Ary Fatanen menilai Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berat sebelah dalam membuat regulasi. Ia menyebut, kondisi industri hasil tembakau (IHT) akhir-akhir ini semakin tidak baik karena dikepung regulasi yang tidak berkeadilan hingga berdampak kepada konsumen.

"Kami harus menghadapi berbagai peraturan yang mendiskreditkan konsumen. Ke depan, pemerintah jangan kaget kalau akhirnya negara tidak dapat memperoleh penerimaan yang maksimal karena arah kebijakan pengendalian tembakaunya yang tidak jelas," ujar Ary Fatanen dalam keterangannya, Senin, 17 Februari 2025.

Ia juga menyayangkan Kemenkes sebagai inisiator kebijakan pengendalian tembakau masih terus berkiblat pada negara-negara yang justru tidak memiliki mata rantai ekosistem pertembakauan seperti Indonesia. Padahal, Ary mencontohkan, Amerika Serikat (AS) bisa menyatakan diri untuk keluar dari WHO.

"AS mampu menunjukkan independensi dan upaya untuk mendudukkan kedaulatan rakyat sebagai yang utama. Indonesia juga negara besar, dengan ekosistem pertembakauan yang kompleks. Regulasi pertembakauannya seharusnya juga melihat realita di masyarakat, bukan dicampuri asing," papar dia.
 

Baca juga: 

Kebijakan Seimbang Industri Tembakau Diyakini Dukung Target Ekonomi 8%



(Ilustrasi. Foto: Dok Metrotvnews.com)

Kejar target regulasi

Menurut Ary, langkah kejar target merampungkan dan melaksanakan regulasi yang diinisiasi oleh Kemenkes ini justru dapat berdampak pada tindakan aparat penegak hukum. Ditambah lagi stigma negatif yang sudah dilekatkan pada konsumen produk tembakau, sehingga penegakan hukum yang berat sebelah.

"Contoh nyata adalah upaya pemerintah daerah yang dikejar target merampungkan Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang mayoritas hanya sebagai penggugur kewajiban dari pemerintah pusat. Padahal praktik implementasi, pengawasan hingga evaluasinya tidak jelas," tegas dia.

Senada, Ketua Komunitas Pecinta Tabacum Nusantara (KPTNI) Eggy Bp mempertanyakan sedarurat itukan aturan-aturan terkait pertembakauan sehingga terburu-buru untuk diterapkan. Ia menilai, aturan terkait pertembakauan justru dibuat tanpa pelibatan masyarakat terdampak, termasuk konsumen.

"Bagi masyarakat yang terdampak mulai dari petani, pekerja, pedagang, petani sampai pada kami, konsumen. Mohon pemerintah agar lebih intensif lagi dalam mempertimbangkan aturan yang dibuat oleh bangsa asing dengan melihat dampak jika dilaksanakan di Indonesia," sebut Egy.

KPTNI menegaskan pihaknya menerima dan mendukung program pemerintah. Namun, ia menyayangkan jika selama ini dalam perencanaan hingga penerapan peraturan terkait pertembakauan tidak melibatkan dan mengakomodir konsumen, salah satunya terkait Perda KTR yang minim sosialisasi.

"Sampai saat ini implementasi KTR masih belum bisa berjalan dengan baik. Termasuk kepada aparat hukum yang pada prakteknya di lapangan sering terjadi kekeliruan terkait hak konsumen atas tempat khusus merokok (TKM) yang aman dan nyaman," ungkap dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Eko Nordiansyah)