Ilustrasi negosiasi. Foto: Freepik.
M Ilham Ramadhan Avisena • 3 April 2025 14:08
Jakarta: Ekonom senior sekaligus pendiri Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Fadhil Hasan menilai pemerintah perlu segera melakukan negosiasi bilateral dengan Amerika Serikat (AS) ketimbang melakukan retaliasi, atau membalas kebijakan tarif dagang tinggi yang diterapkan Negeri Paman Sam.
"Lebih baik negosiasi bilateral dengan AS, daripada melakukan tarif resiprokal. Trump bilang 'terminate your own tariff. Drop your own barriers'. Maka AS pun akan melakukan hal yang sama," kata Fadhil ketika dihubungi, Kamis, 3 April 2025.
Itu menurut Fadhil cukup rasional kendati alasan AS memberikan tarif resiprokal sebesar 32 pesen masih bisa diperdebatkan. Dampak lebih jauh dari kebijakan tersebut juga menurutnya belum dapat dibaca lantaran bergantung pada respons yang dikeluarkan oleh masing-masing negara, termasuk Indonesia.
Namun setidaknya terdapat dua kemungkinan, pertama, jika negara-negara lain tidak melakukan tit for tat (menghindari perang dagang), maka akan terjadi perdagangan yang lebih adil (fair), mendorong efisiensi dan pertumbuhan ekonomi, terutama di AS.
Kemungkinan kedua ialah jika negara yang terkena tarif membalas, maka terjadi perang dagang, dan semuanya akan menjadi lebih buruk. "Tidak akan ada pemenang, mendorong stagflasi dan bahkan resesi," kata Fadhil.
Baca juga: Indonesia Kena Tarif Impor Trump 32%, Rupiah Terancam Jeblok ke Rp17 Ribu/USD |