Bendera Perserikatan Bangsa-Bangsa berkibar di markas besarnya di New York. (Anadolu Agency)
Willy Haryono • 30 September 2025 17:01
Yangon: Sebuah investigasi yang didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menemukan fakta bahwa militer Myanmar secara sistematis menghancurkan sejumlah desa Rohingya dan menggantinya dengan pos-pos keamanan setelah operasi militer besar pada 2017.
Melansir dari AsiaOne, Selasa, 30 September 2025, laporan Mekanisme Investigasi Independen untuk Myanmar (IIMM) mengungkap bahwa penghancuran dilakukan secara terencana dengan memanfaatkan catatan resmi kepemilikan tanah, mencakup pembongkaran masjid, pemakaman, serta lahan pertanian milik komunitas Rohingya.
Temuan ini diperoleh melalui kesaksian saksi, citra satelit, rekaman video, dokumen resmi, dan data geospasial.
Kekerasan terhadap Rohingya memuncak pada Agustus 2017, ketika militer Myanmar melancarkan operasi balasan terhadap serangan militan. Ratusan ribu warga Rohingya terpaksa mengungsi ke Bangladesh, dan kini sekitar 1,3 juta orang hidup di kamp-kamp padat yang oleh PBB digambarkan sebagai “contoh klasik pembersihan etnis.”
Militer Myanmar selama ini membantah tuduhan genosida, meski mengakui kemungkinan adanya pelanggaran oleh oknum.
Laporan IIMM juga menyebut keterlibatan perusahaan swasta dan individu yang menyediakan alat berat dan tenaga kerja untuk meratakan permukiman serta membangun infrastruktur baru atas kontrak pemerintah.
Di Desa Inn Din, yang sebelumnya dilaporkan Reuters pada 2018 terkait pembunuhan 10 pria Rohingya, pangkalan militer kini berdiri di atas lahan bekas desa lengkap dengan jalan baru, kompleks berbenteng, dan dua helipad.
Temuan ini dirilis menjelang pertemuan tingkat tinggi PBB di New York yang akan membahas krisis Rohingya, termasuk kondisi memburuk di kamp pengungsi Bangladesh dan upaya repatriasi yang macet. Ketua IIMM, Nicholas Koumjian, menegaskan pentingnya pemulangan Rohingya secara aman dan bermartabat, namun mengakui bahwa banyak rumah dan desa mereka “sudah tidak ada lagi”.
Myanmar masih dilanda kekacauan politik sejak kudeta militer Februari 2021 yang menggulingkan pemerintahan sipil Aung San Suu Kyi. IIMM kini menghadapi ancaman pemangkasan dana yang dapat melemahkan kemampuannya mengumpulkan bukti kejahatan internasional di Myanmar. (Muhammad Fauzan)
Baca juga: Bangladesh Kehabisan Sumber Daya untuk Tampung 1,3 Juta Pengungsi Rohingya