Pertemuan kiai sepuh dan mustasyar PBNU untuk rekonsiliasi Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf dan Rais Aam Miftachul Akhyar di Pesantren Lirboyo. Foto: ANTARA/HO-PBNU.
Islah PBNU, Muktamar Bersama Dinilai Jalan Bermartabat
Fachri Audhia Hafiez • 26 December 2025 17:51
Jakarta: Kesepakatan islah di tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) disambut positif. Selain itu, penyelenggaraan Muktamar ke-35 PBNU merupakan satu-satunya jalan konstitusional yang paling bermartabat untuk mengakhiri polemik internal organisasi.
Anggota Majelis Penasihat Organisasi (MPO) Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII), Idrus Marham, mengatakan, keputusan yang lahir dari rapat konsultasi Syuriyah kepada Mustasyar PBNU di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Kamis, 25 Desember 2025 tersebut, menunjukkan kematangan para ulama dalam menjaga marwah jam’iyyah.
"NU itu bukan milik kelompok, bukan milik individu, dan bukan arena perebutan kekuasaan. NU adalah rumah besar umat, benteng muruah ulama, dan sekaligus wadah perjuangan untuk bangsa. Karena itu, Muktamar adalah jalan konstitusional yang wajib ditempuh," ujar Idrus dalam keterangan tertulis, Jumat, 26 Desember 2025.
Idrus menilai Muktamar ke-35 harus menjadi momentum strategis bagi NU untuk kembali pada khittah perjuangannya. Ia memandang pendekatan wasathiyah (moderat) yang diambil para kiai melalui musyawarah adalah bentuk pengajaran etika berorganisasi bagi bangsa.
"Ketika NU memilih jalan Muktamar, itu artinya NU sedang mengajarkan bangsa ini tentang adab dalam berbeda. Konflik diselesaikan dengan kepala dingin, bukan emosi, serta mengedepankan kepentingan yang lebih besar," tutur Idrus.
Mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar itu memperingatkan agar NU tidak diseret ke dalam pusaran konflik kepentingan sempit, baik di sektor kekuasaan maupun usaha. Ia menekankan bahwa stabilitas Indonesia sangat bergantung pada persatuan di tubuh NU.
"Jangan tarik NU ke konflik kuasa-usaha. Kalau NU diseret ke sana, yang rugi bukan hanya warga NU, tapi bangsa Indonesia. Sejarah mencatat, ketika NU kuat dan bersatu, Indonesia stabil," ucap Idrus.
Idrus memberikan perspektif keilmuan Islam terkait polemik ini. Ia mengibaratkan AD/ART organisasi sebagai muhkamat atau prinsip yang tegas dan jelas. Sementara, konflik internal akibat perbedaan tafsir sebagai mutasyabbihat atau wilayah abu-abu.
.jpg)
Anggota Majelis Penasihat Organisasi (MPO) Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII), Idrus Marham. Foto: Metrotvnews.com/Idrus Marham.
"Muktamar berfungsi sebagai mekanisme pemurnian, yang memisahkan antara kepentingan personal dan prinsip kelembagaan. Inilah tradisi NU: ketika terjadi perbedaan, yang dikedepankan bukan siapa paling kuat, melainkan apa yang paling sahih menurut AD/ART," jelas Idrus.
Idrus berharap forum tertinggi tersebut mampu menjadi titik balik bagi kedaulatan moral NU. Ia mengapresiasi langkah Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar dan jajaran kiai sepuh yang telah memberi teladan kepemimpinan.
"Muktamar ini bukan sekadar memilih pemimpin, tapi mengembalikan ruh NU: ukhuwah, keikhlasan, dan khidmat untuk umat dan bangsa," pungkas Idrus.