Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat (Rerie). Dok Medcom.id
Jakarta: Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat meminta pemerintah agar membenahi mekanisme pelayanan terhadap kelompok lanjut usia (lansia). Menurutnya, perbaikan pelayanan bagi lansia merupakan bagian kewajiban negara yang harus melibatkan masyarakat.
"Perkiraan jumlah lansia yang terus meningkat dari tahun ke tahun harus diantisipasi dengan persiapan yang komprehensif. Memberikan kemudahan pelayanan kepada lansia bagian dari cara kita menghormati mereka," kata dua saat membuka diskusi secara daring bertema Memuliakan Lansia: Hak-Hak Lansia, Kewajiban Negara dan Masyarakat yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu, 7 Agustus 2024.
Lestari mengungkapkan, Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2023 mencatat jumlah lansia mencapai 22,6 juta jiwa atau sebesar 11,75 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Dengan usia harapan hidup lansia bertambah, diperkirakan pada 2045 jumlah lansia sekitar 50 juta jiwa atau 20 persen dari populasi penduduk Indonesia.
Namun, Rerie menyebut, sejumlah peraturan dan perundang-undangan yang ada terkait perhatian dan pelayanan terhadap lansia belum mampu dilaksanakan dengan baik. Anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu juga menyebut, amanah konstitusi mewajibkan negara melindungi segenap bangsa Indonesia, termasuk lansia.
Rerie sangat berharap peningkatan pelayanan dan perhatian terhadap lansia menjadi perhatian semua pihak, para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah. Upaya ini sekaligus sebagai bagian dari pembangunan kesehatan nasional yang lebih baik.
"Karena mewujudkan lansia yang sehat dan terawat menentukan status kita sebagai bangsa yang bermartabat," ungkapnya.
Direktur Kesehatan Usia Produktif dan Lanjut Usia, Kementerian Kesehatan Vensya Sitohang mengungkapkan, dalam arah kebijakan pembangunan kesehatan nasional sudah ditegaskan untuk mewujudkan peningkatan daya saing SDM. Untuk mewujudkan itu, pemerintah melakukan peningkatan pelayanan kesehatan sesuai siklus hidup, sejak calon pengantin hingga lansia.
Pada 2024, ungkap dia, ditargetkan masyarakat usia 60 tahun ke atas harus sudah 100 persen mendapatkan pelayanan kesehatan lansia. Pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 6 Tahun 2024, tambah Vensya, pemerintah daerah di tingkat kabupaten/kota diwajibkan memberi layanan kesehatan kepada warga berusia diatas 60 tahun.
Pelayanan kesehatan tersebut dalam bentuk edukasi untuk hidup bersih dan sehat, skrining kesehatan dasar dan hasil skrining dasar itu wajib untuk ditindaklanjuti pemeriksaan lebih rinci. Vensya menegaskan, pemerintah berkomitmen kuat melakukan transformasi sistem kesehatan dengan mewujudkan layanan kesehatan primer yang lebih dekat dengan masyarakat.
Pendiri Center for Ageing Studies, Universitas Indonesia,Tri Budi. W. Rahardjo mengungkapkan pihaknya saat ini mengembangkan sebuah program pendidikan agar pendampingan lansia dilakukan secara utuh dalam rangka mewujudkan lansia yang bermartabat hingga akhir hayat.
Generasi muda saat ini juga akan menjadi sasaran pendidikan untuk pendampingan dalam mewujudkan lansia yang bermartabat. Karena selain jumlah lansia yang berpotensi meningkat, ancaman disabilitas di usia senja juga bertambah. Menurut Tri Budi, mewujudkan lansia mandiri, sejahtera dan bermartabat itu adalah hak azasi.
"Hal itu harus direalisasikan dalam bentuk bagaimana lansia mendapat pelayanan dan terwujudnya peningkatan kelembagaan dalam upaya pendampingan lansia. Bila pendekatan pelayanan lansia sesuai siklus hidup, yang harus diperhatikan adalah mengendalikan faktor risiko di setiap siklus kehidupan yang dilalui," ujar dia.
Pada kesempatan itu, pemerhati lansia di komunitas gereja, Agnes Sri Poerbasari mengungkapkan pengalamannya melayani lansia di Paroki Katedral, Jakarta. Menurut Agnes, lansia itu tersebar dari Sabang sampai Merauke dengan kondisi kesehatan yang beragam.
Selain merupakan kewajiban pemerintah, pelayanan kesehatan lansia juga membutuhkan partisipasi masyarakat. Agnes menyebut, pihaknya memberikan bantuan untuk lansia yang tidak mampu secara finansial dan kesehatan seperti bantuan uang bulanan dan pemeriksaan kesehatan gratis bekerjasama dengan Puskesmas setempat.
Koordinator Pelaksana Harian Asosiasi LBH APIK Indonesia, Khotimun Sutanti mengungkapkan lansia rawan mengalami kasus-kasus kekerasan dan pelanggaran terhadap hak-hak dasarnya. Data Komnas Perempuan pada 2023 mencatat 191 kasus perempuan lansia mengalami ragam bentuk kekerasan baik fisik maupun psikis, seksual dan ekonomi.
Sebanyak 100 kasus di antaranya, lanjut dia, terjadi di ranah domestik yang melibatkan orang dekat dan keluarga. Lansia juga tidak lepas dari stigmatisasi yang menilai mereka sudah tidak produktif lagi. Melihat kondisi itu, menurut Khotimun, perlu adanya data terpilah dalam mengidentifikasi kebutuhan bagi para lansia untuk merealisasikan perlindungan yang menyeluruh.
Peneliti Pusat Riset Kependudukan BRIN, Sari Seftiani berpendapat di Indonesia banyak program yang ditujukan untuk melayani lansia, tetapi sangat disayangkan sejumlah program tersebut tidak terintegrasi dengan baik. Layanan home care lansia, seringkali tidak terlaksana karena adanya keterbatasan sumber daya manusia di Puskesmas terdekat.
"Konsep pentahelix untuk mewujudkan kesehatan lansia belum optimal implementasinya di lapangan. Karena, tambah dia, belum semua pemerintah daerah memprioritaskan isu lansia di wilayah mereka," ujar dia.