Ilustrasi karyawan Jepang. Foto: Unsplash.
Tokyo: Upah riil pekerja Jepang turun pada Februari selama 23 bulan berturut-turut. Hal ini menunjukkan harga yang lebih tinggi terus memberikan tekanan pada selera belanja konsumen.
Tren upah merupakan salah satu data penting yang diperiksa oleh Bank of Japan (BOJ) mengenai prospek gaji dan inflasi, yang merupakan faktor penting yang perlu dipertimbangkan untuk mengurangi kebijakan stimulusnya lebih lanjut.
Upah riil yang disesuaikan dengan inflasi, yang merupakan barometer daya beli konsumen, turun 1,3 persen pada Februari dibandingkan tahun sebelumnya, turun selama 23 bulan berturut-turut. Angka ini mengikuti revisi penurunan sebesar 1,1 persen pada Januari.
Tingkat inflasi konsumen yang digunakan pemerintah untuk menghitung upah riil, yang mencakup harga pangan segar tetapi tidak termasuk sewa atau sejenisnya, tumbuh 3,3 persen, meningkat dari 2,5 persen di Januari. Namun gaji nominal tumbuh sebesar 1,8 persen pada Februari tahun ini, yang merupakan kenaikan tercepat sejak Juni lalu.
"Kami akan memantau bagaimana pertumbuhan upah nominal akan berkembang sementara kenaikan harga membebani upah riil,” kata seorang pejabat kementerian, dilansir
Channel News Asia, Senin, 8 April 2024.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh kelompok serikat pekerja terbesar di Jepang, Rengo, perusahaan-perusahaan Jepang setuju untuk menaikkan upah sebesar 5,24 persen tahun ini yang merupakan kenaikan terbesar dalam 33 tahun.
Gaji reguler atau gaji pokok pada bulan Februari tumbuh 2,2 persen dari tahun sebelumnya, lebih cepat dari angka yang direvisi pada bulan sebelumnya. Pembayaran khusus, termasuk bonus, turun 5,5 persen tahun ke tahun setelah direvisi naik 12,4 persen pada Januari.
Bulan lalu BOJ menghapuskan suku bunga negatif selama delapan tahun setelah berusaha mendorong pertumbuhan ekonomi melalui stimulus moneter besar-besaran selama beberapa dekade.