Kejati Tetapkan 2 Tersangka Kasus Proyek Pipa Air Limbah di Makassar Senilai Rp68 Miliar

Dua tersangka kasus tindak pidana korupsi pipa air limbah Kota Makassar zona barat laut tahun 2020-2021. Dokumentasi/ Istimewa.

Kejati Tetapkan 2 Tersangka Kasus Proyek Pipa Air Limbah di Makassar Senilai Rp68 Miliar

Muhammad Syawaluddin • 12 October 2024 03:30

Makassar: Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan menetapkan dua orang tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi pipa air limbah Kota Makassar zona barat laut tahun 2020-2021.

Kedua tersangka tersebut yakni JRJ yang merupakan Direktur Cabang PT Karaga Indonusa Pratama/PT.KIP dan SD adalah Penjabat Pembuat Komitmen/PPK Paket C. 

"Keduanya ditetapkan sebagai tersangka karena didukung dua alat bukti yang cukup," kata Kasi Penkum Kejati Sulawesi Selatan, Soetarmi, di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat, 11 Oktober 2024.
 

Baca: KPK Siap Melawan Gugatan Paman Birin
 
Tersangka JRJ ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penahanan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Nomor : Print-113/P.4.5/Fd.2/10/2024 tanggal 10 Oktober 2024. 

Sementara SD didasari Surat Perintah Penahanan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Nomor : Print-109/P.4.5/Fd.2/10/2024 tanggal 10 Oktober 2024.

"Keduanya diusulkan dilakukan penahanan guna mempercepat proses penyelesaian penyidikan, serta dikhawatirkan upaya melarikan diri maupun menghilangkan barang bukti," jelasnya.

Dalam melakukan aksinya dalam proyek senilai RpRp68.788.603.000 tersebut JRJ sebagai Direktur Cabang PT Karaga Indonusa Pratama/PT.KIP mengajukan termin XI (Mc 23), dengan alasan menjadi target pencapaian prestasi proyek. 

Kemudian tersangka JRJ meminta dan mengarahkan saksi Sardilla selaku PM untuk mengajukan termin 11 (MC 23), dengan menyampaikan bahwa JRJ sudah koordinasi dengan pihak Kepala Satker terkait rencana pencairan termin XI tersebut. 

"Padahal bobot fisik yang ada sebelum pengajuan Mc23 dengan bobot 67.171 senyatanya juga belum mencapai 61,782% melainkan hanya sebesar 53%," ungkapnya. 

Hal ini bersesuaian dengan opname terakhir sebelum pemutusan kontrak tanggal 4 Januari 2023, yang dilaksanakan oleh PPK dan Konsultan Pengawas, si mana bobot fisik yang diperoleh hanya sebesar 52,171%.

"Pada ada saat dilakukan perhitungan fisik oleh ahli dari Dinas Perumahan Kawasan Permukiman & Pertanahan Prop. Sulsel, diperoleh Kesimpulan, bobot dilapangan hanya sebesar 55.52%," jelasnya. 

Tindak lanjut dari permintaan PT. KIP di termin XI (Mc 23) tersebut, dengan alasan ada perintah melalui disposisi Kasatker agar segera diproses oleh tersangka SD selaku PPK C3 kemudian memproses permintaan pembayaran dari PT. KIP dengan alasan penyerapan anggaran di akhir tahun 2021.

Tersangka SD lalu memerintahkan saksi Farid (staf keuangan) membuat dokumen keuangan berita acara tingkat kemajuan Fisik. Berita acara penyelesaian pekerjaan, berita acara pembayaran, kwitansi pembayaran, dan SPTJB sebagai kelengkapan pembayaran, yang pembuatannya tidak berdasar laporan progres dari konsultan pengawas tetapi semua atas perintah Tersangka SD. 

"Padahal oleh tersangka SD selaku PPK mengetahui pengajuan pembayaran pada termin 11 Mc 23 tersebut tidak sesuai bobot fisik dilapangan, sehingga seharusnya pengajuan pembayaran dengan dasar termin XI Mc 23 belum dapat ditindaklanjuti," tuturnya. 

Tidak hanya itu tersangka JRJ juga telah mempergunakan uang yang bersumber termin 1 sampai termin 11 pada pembayaran paket C3 untuk kepentingan pribadi dan tidak sesuai peruntukkan.

Akibat perbuatan para tersangka dan oknum-oknum lainnya menyebabkan pekerjaan pembangunan Perpipaan Air Limbah Kota Makassar Zona Barat Laut (Paket C-3) didapati selisih bobot pekerjaan sebesar 55,52%, yang berpotensi merugikan keuangan negara yang berasal dari biaya yang telah dikeluarkan berupa pembayaran realisasi fisik yang tidak sesuai volume/progres fisik dilapangan sebesar Rp7.987.044.694.

Akibat perbuatannya kedua tersangka diduga melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam primair Pasal 2 Ayat 1 jo Pasal 18 Undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP subsider Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Deny Irwanto)