Ilustrasi kecerdasan buatan. (Metrotvnews.com)
Willy Haryono • 23 December 2025 22:01
California: Seorang reporter investigasi The New York Times, John Carreyrou, mengajukan gugatan terhadap sejumlah perusahaan teknologi besar atas dugaan penggunaan buku dengan hak cipta tanpa izin untuk melatih sistem kecerdasan buatan (AI). Gugatan tersebut diajukan pada Senin, 22 Desember, di pengadilan federal California.
Dalam gugatan itu, Carreyrou bersama lima penulis lain menuding perusahaan teknologi membajak karya buku dan memasukkannya ke dalam model bahasa besar (LLM) yang menjadi dasar pengoperasian chatbot. Para tergugat meliputi xAI milik Elon Musk, Anthropic, Google, OpenAI, Meta Platforms, serta Perplexity.
Perkara ini menjadi bagian dari rangkaian gugatan hak cipta terkait pelatihan sistem AI, sekaligus yang pertama secara khusus menyebut xAI sebagai tergugat. Carreyrou sendiri dikenal luas sebagai penulis buku Bad Blood, yang mengungkap skandal perusahaan rintisan Theranos.
Dalam dokumen gugatan, para penulis memilih tidak mengajukan gugatan kelompok (class action). Mereka menilai skema tersebut justru berpotensi menguntungkan pihak tergugat karena memungkinkan penyelesaian tunggal dengan banyak penggugat.
“Perusahaan model bahasa besar tidak seharusnya dapat menghapus ribuan klaim bernilai tinggi dengan imbalan yang sangat rendah,” bunyi salah satu bagian gugatan.
Mengutip Channel News Asia, Selasa, 23 Desember 2025, gugatan ini juga menyinggung penyelesaian sengketa sebelumnya. Pada Agustus lalu, Anthropic mencapai kesepakatan dengan kelompok penulis lain dan setuju membayar kompensasi sebesar 1,5 miliar dolar AS.
Namun, dalam gugatan terbaru ini disebutkan bahwa para anggota kelas dalam kesepakatan tersebut diperkirakan hanya menerima sekitar 2 persen dari batas maksimum ganti rugi yang dimungkinkan undang-undang hak cipta untuk setiap karya yang dilanggar.
Gugatan tersebut diajukan oleh firma hukum Freedman Normand Friedland. Dalam persidangan terpisah sebelumnya, Carreyrou menyebut praktik penggunaan buku tanpa izin oleh perusahaan AI sebagai pelanggaran mendasar. Ia menggambarkan pencurian buku untuk membangun sistem kecerdasan buatan sebagai “dosa asal” industri AI dan menilai penyelesaian sebelumnya belum memberikan keadilan yang memadai.
Hingga berita ini disusun, para perusahaan tergugat belum memberikan tanggapan resmi atas gugatan tersebut. (Keysa Qanita)
Baca juga: Jepang Luncurkan Proyek AI Nasional Senilai Rp318 Triliun