Kardinal Malcolm Ranjith. Dok. Vaticannews
M Rodhi Aulia • 22 April 2025 18:09
Jakarta: Kardinal Albert Malcolm Ranjith Patabendige Don, atau lebih dikenal sebagai Kardinal Malcolm Ranjith, menjadi salah satu nama kuat dalam bursa calon paus selanjutnya. Berasal dari Sri Lanka, ia membawa pengalaman panjang di dalam pelayanan pastoral, diplomasi Vatikan, hingga reformasi liturgi, yang membuatnya menonjol di antara para kardinal lainnya.
Sebagai sosok konservatif yang juga pernah menjadi diplomat Takhta Suci untuk Indonesia dan Timor Leste, Ranjith dikenal memiliki pandangan yang teguh dalam doktrin Gereja namun juga penuh kasih kepada kaum miskin dan marginal. Ia dikenal sebagai pribadi yang disiplin, bersahaja, dan punya rekam jejak pelayanan dari akar rumput hingga tingkat tertinggi di Vatikan.
Berikut ini 10 fakta menarik yang perlu diketahui tentang Kardinal Malcolm Ranjith — calon paus dari Asia Selatan yang berpotensi membawa warna baru dalam arah Gereja Katolik dunia yang dikutip dari college of cardinal's report:
Kardinal Ranjith lahir di Polgahawela, Sri Lanka, dari keluarga Katolik yang taat. Ia tumbuh dalam komunitas desa yang "bangga dengan tradisi dan perayaan mereka, serta setia kepada Gereja dan para pendeta mereka."
Sejak kecil, ia sudah memiliki kesadaran politik. Pada usia 12 tahun, ia turut serta dalam protes menentang nasionalisasi sekolah-sekolah Katolik oleh pemerintah sosialis Sri Lanka saat itu.
Baca juga: Mengenal Kardinal Charles Maung Bo, Calon Paus dari Myanmar
Ia belajar teologi di Kandy dan kemudian dikirim oleh Uskup Agung Thomas Cooray ke Roma, tempat ia memperoleh gelar teologi dari Universitas Kepausan Urbaniana. Ia ditahbiskan oleh Paus Paulus VI pada 1975 di Lapangan Santo Petrus.
Usai kembali ke Sri Lanka, ia ditugaskan di Pamunugama — desa nelayan miskin yang tak memiliki air bersih, listrik, atau rumah layak. Ia berkata: "Pengalaman itu mendasari pelayanan imamat saya pada realisme kehidupan."
Tahun 2004, Ranjith diangkat sebagai nunsius apostolik (duta besar Vatikan) untuk Indonesia dan Timor Timur meski tanpa latar belakang diplomatik formal — bukti kepercayaan Vatikan terhadapnya.
Sebagai Sekretaris Kongregasi untuk Ibadat Ilahi (2005), ia mendorong perayaan misa yang lebih khidmat dan sakral. Ia bahkan melarang anak perempuan melayani di altar pada 2024. Namun ia tetap mendukung reformasi Konsili Vatikan II sebagai "perkembangan yang tidak sempurna namun perlu."
Ranjith fasih dalam 10 bahasa, termasuk Latin, Ibrani, Tamil, dan Yunani. Ia memperoleh lisensiat dalam Kitab Suci dari Institut Alkitab Kepausan Roma dan pernah belajar di Universitas Ibrani Yerusalem.
Ia punya perhatian besar terhadap katekese anak-anak. Dalam Keuskupan Agung Kolombo, ia dijuluki “Uskup Anak-anak” karena berhasil membawa banyak anak kembali ke dalam Gereja.
Ia dikenal vokal dan tak kompromi dalam isu keadilan dan korupsi, termasuk saat mengecam keras pemerintah pasca pengeboman gereja di Sri Lanka tahun 2019. Ia juga menyatakan menolak sosialisme dan "jelas mendukung kapitalisme etis."
Meski memiliki pandangan teologis lebih konservatif, Ranjith tetap memiliki hubungan erat dengan Paus Fransiskus. "Ia memiliki perhatian yang besar terhadap orang miskin," seperti Fransiskus, namun tak ragu berbeda pendapat, termasuk dalam hal hukuman mati.
Kardinal Ranjith menjadi pilihan menarik dari Asia Selatan — wilayah di mana Gereja Katolik mengalami pertumbuhan yang signifikan. Pengalamannya yang luas, loyalitas kepada Gereja, serta dedikasi pada umat kecil menjadikannya salah satu kandidat kuat yang layak diperhitungkan.