Kardinal Charles Maung Bo. Dok. Vaticannews
Jakarta: Nama Kardinal Charles Maung Bo tengah mencuat sebagai salah satu kandidat potensial untuk menduduki takhta kepausan berikutnya. Sebagai kardinal pertama dari Myanmar, ia telah menorehkan jejak panjang kepemimpinan di tengah gejolak politik dan krisis kemanusiaan di negaranya. Kepemimpinannya yang penuh empati, kebijaksanaan, dan keberanian menjadikannya figur sentral Gereja Katolik di Asia.
Bo dikenal luas sebagai tokoh Gereja yang berdiri teguh untuk perdamaian dan keadilan, namun tetap rendah hati dan pastoral. Kiprahnya yang mengakar di tengah masyarakat multietnis dan multireligius di Myanmar memberi nilai lebih dalam wacana kepemimpinan global Gereja Katolik yang kian terbuka terhadap keragaman.
Berikut adalah sejumlah fakta penting tentang Kardinal Charles Maung Bo, seperti dikutip dari laman collegeofcardinalsreport:
1. Anak Petani yang Lahir Bersamaan dengan Kemerdekaan Myanmar
Kardinal Bo lahir pada 29 Oktober 1948, tahun yang sama dengan kemerdekaan Myanmar, di sebuah desa kecil bernama Monhla. Ayahnya, seorang petani, wafat saat ia baru berusia dua tahun. “Desa saya sangat religius, dengan cinta dan rasa hormat khusus terhadap apa yang sakral dan suci,” ujarnya tentang tempat ia dibesarkan.
2. Dibesarkan oleh Ibu dan Terinspirasi oleh Kisah Para Santo
Ibulah yang menumbuhkan imannya, membacakan kisah para santo setiap malam. Pastor Don Luwi, yang mengajarkan katekismus padanya sejak usia lima tahun, juga menjadi pengaruh besar. Charles kecil terinspirasi untuk menjadi imam sejak dini.
Baca juga:
Fakta-fakta Kardinal Mario Grech: Calon Paus yang Menjadi Simbol Gereja Sinodal
3. Dididik oleh Para Misionaris di Tengah Krisis Politik
Bo mulai belajar di asrama Salesian di Mandalay pada usia delapan tahun dan kemudian melanjutkan di seminari Salesian di Anisakan pada tahun 1962, saat Myanmar memasuki masa kediktatoran militer.
4. Ditahbiskan Sebagai Imam Salesian pada 1976
Ia ditahbiskan pada 9 April 1976. Pelayanannya diawali di wilayah konflik di Negara Bagian Shan, di mana ia bahkan menguasai dialek lokal Maru untuk menyampaikan homili. Ia dikenal dekat dengan masyarakat etnis dan lintas agama.
5. Menjadi Uskup Pertama di Lashio dan Pendiri Kongregasi Baru
Bo diangkat menjadi uskup pertama Keuskupan Lashio pada 16 Desember 1990. Di tahun yang sama, ia mendirikan Kongregasi Saudara dan Suster St. Paulus, yang kini telah berkembang dengan ratusan anggota.
6. Uskup Pertama Myanmar yang Dipindahkan ke Keuskupan Lain
Pada 13 Maret 1996, Paus Yohanes Paulus II memindahkannya ke Keuskupan Pathein, menjadikannya uskup Myanmar pertama yang mengalami perpindahan keuskupan.
7. Menjadi Uskup Agung Yangon Sejak 2003
Bo diangkat menjadi Uskup Agung Yangon pada 24 Mei 2003. Ia juga pernah menjabat Presiden Konferensi Waligereja Myanmar (2000–2006, 2020–kini) dan Presiden Federasi Konferensi Waligereja Asia (2018–2024).
8. Kardinal Pertama Myanmar
Pada konsistori 14 Februari 2015, Paus Fransiskus mengangkatnya sebagai kardinal pertama Myanmar, dengan gereja tituler Sant'Ireneo di Centocelle di Roma.
9. Penyambung Suara Perdamaian dan Dialog Antaragama
Khotbah dan pernyataan publik Bo kerap menekankan harapan, iman, dan rekonsiliasi. Ia dikenal “memadukan campuran langka antara keberanian dan kebijaksanaan, tradisi dan kreativitas, kerendahan hati dan humor.”
10. Dekat dengan Paus Fransiskus, Tegas terhadap Ketidakadilan
Bo sangat mendukung sinodalitas dan perhatian Paus Fransiskus terhadap lingkungan. Ia lantang mengkritik Partai Komunis Tiongkok atas represi terhadap kebebasan beragama, meskipun tetap menjaga relasi baik dengan Tahta Suci.
11. Tidak Banyak Bicara tentang Isu Kontroversial Gereja Global
“Bo tidak mendukung penahbisan pendeta perempuan, menjadikan selibat sebagai pilihan, dan pemberkatan pasangan sesama jenis,” namun ia lebih memilih fokus pada isu keadilan dan perdamaian di Myanmar.
12. Seorang Dramatug dan Pecinta Olahraga
Selain seorang pemimpin rohani, Bo juga seorang penulis drama dan pecinta seni. Ia bermain sepak bola dan basket bersama para biarawan. Ia fasih dalam banyak bahasa termasuk Burma, Inggris, Italia, dan beberapa bahasa lokal Myanmar.
Sebagai figur yang telah memimpin Gereja di tengah konflik dan penindasan, Kardinal Charles Maung Bo memiliki pengalaman unik dan spiritualitas mendalam yang menjadikannya salah satu kandidat kuat Paus masa depan — seorang pemimpin dari Asia yang merepresentasikan suara Gereja di wilayah yang sedang bertumbuh pesat.