Legislator Jatim Harap Dirjen Bea Cukai Baru Ubah Strategi Lawan Rokok Ilegal

Anggota Komisi XI DPR RI, Ahmad Rizki Sadig. Foto: Istimewa

Legislator Jatim Harap Dirjen Bea Cukai Baru Ubah Strategi Lawan Rokok Ilegal

Surya Perkasa • 22 May 2025 13:17

Surabaya: Anggota Komisi XI DPR, Ahmad Rizki Sadig, berharap dilantiknya Djaka Budi Utama sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai yang baru dapat menyempurnakan kebijakan fiskal nasional. Terutama sektor penerimaan cukai tembakau yang mencapai Rp216,9 triliun pada 2024.

Salah satu isu utama yang menjadi perhatian Ditjen Bea dan Cukai selama beberapa tahun ke belakang ialah pengawasan rokok ilegal untuk memaksimalkan pemasukan negara. Namun, Rizki menilai pengawasan rokok ilegal tak bisa semata-mata sekadar di penindakan.

Dia menyebut banyak pelaku usaha kecil yang sebenarnya bersedia taat cukai. Namun, pelaku usaha rokok skala kecil menengah kerap mengaku kesulitan memenuhi kewajiban.

“Industri rokok, terutama di Jawa Timur, adalah penyumbang terbesar penerimaan negara dari sektor cukai, bahkan mencapai sekitar 60 persen secara nasional," ujar Rizki lewat keterangan tertulis yang diterima Kamis, 22 Mei 2025.

Legislator dari Dapil Jawa Timur VI itu menegaskan pemberantasan rokok ilegal tetap penting. Namun, Ditjen Bea dan Cukai di bawah nakhoda Djaka harus mempertimbangkan itikad baik pelaku industri tembakau kecil dan menengah dengan pendampingan dan pemberdayaan untuk memaksimalkan pemasukan negara.

“Banyak dari mereka justru ingin bayar pajak, tapi tidak sanggup bayar cukai. Maka pendekatan kita harus berupa pendampingan dan pemberdayaan, bukan hanya penindakan,” tegasnya.
 

Baca:
Dirjen Bea Cukai Baru Diminta Jaga Penerimaan Negara dari Cukai Tembakau


 

Harapan industri kecil menengah tembakau

Rizki menerima sejumlah masukan dan solusi alternatif yang patut dipertimbangkan oleh pemerintah saat bertemu dengan aliansi pengusaha rokok Madura beberapa waktu lalu. Salah satunya, penguatan status Industri Kecil Menengah (IKM) agar cukup dikenakan kewajiban pajak tanpa wajib cukai.

Muncul pula gagasan untuk mengklasifikasikan rokok kretek mesin (SKM) ke dalam tiga kelas sebagai bentuk dukungan terhadap IKM. Menurut Rizki, skema-skema ini cukup realistis dan tetap memberi kontribusi fiskal tanpa membunuh usaha kecil.

“Revisi terhadap UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai bisa menjadi jalan tengah menuju sistem yang lebih berkeadilan,” lanjut Rizki.

Ia juga menyorot kembali usulan Madura ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) berbasis pengelolaan hasil tembakau rakyat, sebagaimana diatur dalam UU No. 39 Tahun 2009. Kebijakan ini akan membuka peluang pendampingan, pelatihan, hingga pelunakan mekanisme kepatuhan fiskal secara bertahap.

“Kita butuh pendekatan win-win. Negara tetap mendapatkan penerimaan, pelaku IKM juga tumbuh sehat dan tidak dibayangi ketakutan. Dirjen baru (Djaka) perlu duduk bersama pelaku industri kecil, bukan hanya melakukan penindakan,” kata Rizki.

Rizki berharap dengan kepemimpinan baru di Ditjen Bea Cukai membuat pemerintah bisa menunjukkan arah kebijakan yang lebih inklusif, adil, dan membumi terhadap realitas usaha mikro dan menengah, khususnya dari wilayah-wilayah seperti Madura yang menjadi salah satu sentra produksi rokok rakyat.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Surya Perkasa)