Podium MI: Dibakar Api Unggun

Dewan Redaksi Media Group Abdul Kohar. Foto: MI/Ebet.

Podium MI: Dibakar Api Unggun

Abdul Kohar • 18 October 2025 06:34

SAYA merasa

diri saya sebagai

sepotong kayu

dalam satu gundukan kayu api unggun

sepotong dari pada ratusan

atau ribuan kayu di dalam api unggun besar

saya menyumbangkan sedikit

kepada nyala api unggun itu

tetapi sebaliknya

saya dimakan oleh api unggun itu!

Dimakan apinya api unggun'


Puisi berjudul Dimakan Api Unggun di atas merupakan karya Bung Karno. Sang proklamator menulis sajak itu untuk menggambarkan secara mendalam dan lebih sublim tentang pengorbanan, perjuangan, dan semangat kolektif dalam membangun bangsa. Puisi tersebut mengandung simbolisme kuat yang menggambarkan bagaimana individu ialah bagian dari perjuangan yang lebih besar, dan bagaimana pengorbanan seseorang dapat memberi cahaya bagi banyak orang.

Kata 'berkorban', 'perjuangan', dan 'spirit kolektif' sejatinya masih hidup hingga kini di negeri ini. Namun, kata-kata itu lebih nyaring di mimbar-mimbar pidato ketimbang mewujud dalam laku hidup. Kalau semua mau berjuang, berkorban, dan bergerak kolektif demi bangsa sebagaimana isi pidato para elite dan calon elite, tentu tidak ada korupsi. Boleh jadi kita sudah sejahtera. Malah, mungkin lebih sejahtera ketimbang Korea Selatan.

Baca juga: 

Menkeu Purbaya Optimistis Guyuran Dana Rp200 Triliun Punya Dampak Beda ke Ekonomi


Mengapa dibandingkan dengan Korsel? Karena kita berangkat dari titik mula yang sama dengan 'Negeri Ginseng' itu. Namun, Korsel sanggup menjaga nyala api unggun. Dalam bahasa lainnya, mereka mampu menjaga 'api revolusi'. Karena itu, Korsel sejahtera.

Kita, yang berangkat dari start yang sama, kenyataannya belum mencapai tingkat sejahtera. Masih jauh panggang dari api. Di bidang ekonomi, kita bahkan nyaris dikejar Vietnam. Tinggal 'selangkah lagi'. Padahal, pada '80-an, Vietnam masih jauh di belakang kita.

Baru pada 1990 hingga akhir 1997, ekonomi Vietnam tumbuh pesat, rata-rata 8%. Kondisi itu berlangsung hingga kini, pada semester I 2025 ini. Ekonomi Vietnam mampu tumbuh 7,52%, angka tertinggi dalam 15 tahun terakhir untuk pertumbuhan ekonomi satu semester di 'Negeri Ngu Yen' itu. Bahkan, kualitas pertumbuhan Vietnam lebih yahud ketimbang Indonesia karena ditopang sektor industri dan jasa, bukan konsumsi.

Ilustrasi. Foto: Medcom.id.

Terkait dengan aktivitas bisnis, Vietnam mencatat terdapat lebih dari 91 ribu perusahaan baru berdiri pada semester pertama 2025. Modal terdaftar sekitar US$32,3 miliar dengan tingkat serapan tenaga kerja lebih dari 591 ribu pekerja yang terdaftar. Dahsyat, bukan?

Itu semua terjadi karena Vietnam konsisten menjaga 'nyala api unggun' mereka. Ya, pejabatnya. Ya, elitenya. Ya entitas bisnisnya. Ya rakyatnya. Semua berjuang, berkorban, dan memiliki spirit kolektif untuk maju. Tentu, tidak semuanya sesempurna itu. Namun, 'lagu menuju kemajuan'-nya sama.

Lihatlah bagaimana angka ICOR (incremental capital output ratio) Vietnam yang lebih rendah daripada angka ICOR Indonesia. Vietnam rata-rata di 5,7, sedangkan Indonesia masih 6,5. Angka ICOR yang lebih rendah menunjukkan bahwa investasi di suatu negara lebih efisien jika dibandingkan dengan negara dengan ICOR lebih tinggi. Investasi di Vietnam lebih efisien ketimbang di Indonesia. Wajar bila hanya dalam enam bulan pertama pada 2025, berdiri 91 ribu pabrik baru di Vietnam.

Saya bisa paham, mengapa Presiden Prabowo menargetkan pertumbuhan ekonomi 8% pada 2029. Itu agar kita bisa membesarkan nyala api unggun. Selain itu, amat mungkin agar tidak dikejar negara-negara di belakang kita yang tinggal selangkah-dua langkah menyamai, bahkan melampaui Indonesia.
Baca juga: 

Ekonomi RI Minimal Tumbuh 5,4 Persen Berkat Kucuran Rp200 Triliun hingga Paket Stimulus


Apakah itu realistis dan bisa? Sangat bisa, kata Menteri Keuangan Purbaya. "Dulu, di era Pak SBY, kita punya rata-rata pertumbuhan ekonomi lebih tinggi daripada zaman Pak Jokowi meski Pak SBY enggak membangun infrastruktur sebanyak Pak Jokowi. Kenapa? Karena private sector (sektor swasta) banyak bergerak. Kredit perbankan bisa tumbuh lebih dari 20%. Di era Pak Jokowi, swastanya ngerem, pertumbuhan kredit turun, pemerintahnya bergerak sangat aktif dengan membangun infrastruktur. Nah, kalau dua pendekatan itu digabung, pertumbuhan 8% di 2029 itu bisa dicapai," kata Purbaya dalam diskusi 1 Tahun Prabowo-Gibran, Kamis (16/10).

Pekerjaan yang mesti diselesaikan jelas banyak. Dalam kalkulasi Kementerian Investasi dan Hilirisasi, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8%, dibutuhkan investasi lebih dari Rp13.200 triliun. Biar investor mau menanamkan investasi mereka, perbaiki ICOR secepat mungkin, perbaiki kemudahan berusaha sesegera mungkin, tutup kebocoran serapat mungkin.

Saat ini, angka ICOR masih 6,5. Begitu juga rangking kemudahan berbisnis masih di peringkat ke-73 dari 190 negara. Pertumbuhan ekonomi masih di 5,12% pada kuarta kedua 2025. Namun, angka-angka itu sudah lumayan. Sudah menampakkan pergerakan. Bahasa lainnya, sudah menggeliat.

Namun, yang dibutuhkan bukan sekadar geliat. Negeri ini butuh lari. Api unggun kita yang redup butuh banyak kayu bakar agar apinya menyala-nyala lagi. Butuh gebrakan yang dijaga konsistensinya. Semua itu, mengutip kata-kata netizen, agar 'menyala abangku'.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Anggi Tondi)