Pariwisata Bali didorong semakin mengedepankan pendekatan wellness. Foto: dok SAPA Bali.
Ade Hapsari Lestarini • 17 October 2025 12:02
Denpasar: Pulau Bali selama ini dikenal sebagai destinasi pariwisata dunia. Keindahan alam, kekayaan budaya, dan keramahan penduduknya menjadi magnet bagi jutaan wisatawan yang datang setiap tahunnya. Kini, seiring berkembangnya tren wellness tourism dan kesadaran akan kesehatan, muncul gagasan untuk menjadikan Bali sebagai destinasi yang tidak hanya indah, tetapi semakin nyaman bagi semua.
Menurut praktisi sekaligus pemerhati kesehatan, dr. Tri Budhi Baskara, isu kesehatan publik di sektor pariwisata semakin relevan untuk dibahas, termasuk kebiasaan merokok di kalangan wisatawan.
"Tantangan kesehatan publik yang perlu kita perhatikan, salah satunya adalah kebiasaan merokok di kalangan wisatawan. Salah satu upaya yang kita bisa lakukan adalah menerapkan konsep pengurangan risiko pada kebiasaan merokok," ujar dr. Tri Budhi, dalam keterangannya, Jumat, 17 Oktober 2025.
Dia mengatakan, wisatawan yang ditemuinya di klinik memiliki latar belakang kesehatan dan kebiasaan yang beragam. Ada yang punya riwayat kebiasaan merokok dan sulit berhenti, tetapi mereka berwisata ke Bali untuk mencari ‘wellness’ dan ‘mindfulness’. Dengan edukasi yang tepat, mereka bisa diarahkan untuk memilih opsi yang lebih baik.
Pengendalian faktor risiko penyakit tidak menular
Kementerian Kesehatan RI menyoroti pentingnya pengendalian faktor risiko penyakit tidak menular, termasuk dari kebiasaan merokok. Pendekatan pengurangan risiko (
harm reduction) dinilai bisa menjadi bagian dari solusi, dengan memberikan pilihan bagi perokok dewasa untuk beralih ke produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik (vape), produk tembakau yang dipanaskan (
heated tobacco), dan kantung nikotin (
nicotine pouch).
Produk-produk ini menjadi pilihan alternatif bagi mereka yang belum bisa berhenti merokok sepenuhnya, tanpa adanya asap dan TAR yang merupakan faktor risiko utama dari perilaku merokok. Hal senada disampaikan peneliti dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran, drg. Siti Sopiatin Sp.Perio, Subsp. MP (K), melalui kajiannya yang berjudul The Impact of Combustion-Free Nicotine Delivery Systems (CF-NDS) on Gingival Response: A Systematic Review.
Dari total 345 artikel ilmiah yang ditelaah, sebanyak 10 penelitian dengan metodologi yang memenuhi kriteria inklusi dimasukkan dalam analisis akhir – menunjukkan pengguna CF-NDS (produk penghantaran nikotin tanpa pembakaran, seperti vape) cenderung memiliki kondisi kesehatan mulut yang lebih baik dibandingkan perokok konvensional.
"Respons gingiva lebih buruk pada perokok dibandingkan dengan individu yang menggunakan CF-NDS dan bukan perokok. Dalam konteks kedokteran gigi, pendekatan ini layak diterapkan untuk membantu perokok yang sulit berhenti agar risikonya berkurang," jelas drg. Siti.
Ia memperkenalkan CF-NDS dapat menjadi intervensi yang layak dan dapat diterima dalam praktik kedokteran gigi. Pendekatan ini dinilai dapat membantu perokok dewasa yang belum mampu atau belum ingin berhenti sepenuhnya untuk beralih ke produk yang tidak melalui proses pembakaran, sehingga paparan terhadap zat berbahaya seperti TAR dapat diminimalkan.
Dalam kesempatan yang sama, dr. Tri Budhi bersama pemerhati kesehatan lainnya mendorong agar sektor pariwisata Bali semakin mengedepankan pendekatan wellness melalui kebijakan yang inklusif dan kolaboratif. Beberapa gagasan yang diusulkan antara lain penyediaan zona khusus merokok yang berbeda untuk pengguna produk tembakau alternatif, edukasi kepada pelaku wisata tentang perbedaan antara rokok konvensional dan alternatif, serta kolaborasi lintas sektor untuk memastikan produk yang beredar sesuai dengan ketentuan hukum dan standar keamanan.
"Citra Bali sebagai destinasi pariwisata yang berlandaskan
wellness dan
eco-conscious harus menjunjung keseimbangan antara kenyamanan wisatawan dan kesehatan masyarakat agar semua pihak mendapatkan manfaatnya," tutup dr. Tri Budhi.