Gaza terus menerus dibombadir serangan Israel. Foto: EFE-EPA
Fajar Nugraha • 31 July 2025 18:16
Gaza: Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bahwa kebijakan sepihak Israel berupa “jeda taktis” dalam operasi militer di Jalur Gaza belum mampu menjawab skala kebutuhan kemanusiaan yang sangat besar di wilayah tersebut.
Dalam konferensi pers pada Rabu, 30 Juli 2025, juru bicara PBB Farhan Haq mengutip data dari Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) dan menekankan bahwa “gencatan senjata permanen sangat dibutuhkan saat ini.” Ia menyatakan, “Jeda taktis sepihak saja tidak memungkinkan aliran bantuan secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan luar biasa di Gaza.”
Dikutip dari Anadolu, Kamis, 31 Juli 2025, Haq menambahkan bahwa meskipun PBB dan para mitranya terus berupaya memanfaatkan setiap peluang untuk mengirimkan bantuan, “kondisi di lapangan masih jauh dari memadai.” Dalam empat hari sejak jeda taktis diumumkan oleh otoritas Israel, korban jiwa masih terus berjatuhan di antara warga yang sedang mencari bantuan, termasuk kematian akibat kelaparan dan malnutrisi. “Orang tua terus berjuang menyelamatkan anak-anak mereka yang kelaparan,” ujarnya.
Menurut Haq, para pekerja kemanusiaan pun ikut terdampak. Ia menyebut adanya “beban kerja tinggi, kelelahan, dan tekanan fisik serta mental, terutama karena minimnya pasokan makanan di antara para petugas di garis depan dan para pendamping layanan kesehatan mental.”
Ia menyoroti bahwa pasokan bahan bakar yang masuk ke Gaza “tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan kritis penyelamatan jiwa” dan hanya merupakan “setetes air di tengah lautan kebutuhan.”
Terkait bantuan udara yang dijatuhkan ke Gaza, Haq mengatakan, “Kami tidak akan menolak upaya apa pun untuk mengirimkan bantuan dengan aman kepada warga. Namun sepenuhnya mengandalkan mekanisme itu jelas tidak memadai.” Ia juga menegaskan bahwa PBB tidak terlibat dalam proses tersebut, yang melibatkan sejumlah kesepakatan bilateral antarnegara.
PBB melalui OCHA kembali mendesak agar semua titik perbatasan dibuka dan aliran barang kemanusiaan serta komersial dapat bergerak secara bebas. “Semua jalur penyeberangan harus dibuka, dan arus barang bantuan maupun komersial harus mengalir,” ujar Haq.
Merujuk pada data terbaru dari Kementerian Kesehatan Gaza, sedikitnya 1.239 orang tewas dan lebih dari 8.152 lainnya terluka akibat tembakan pasukan Israel saat mereka sedang mencari bantuan sejak 27 Mei, bertepatan dengan dimulainya operasi Yayasan Kemanusiaan Gaza yang kontroversial.
Meski mendapat tekanan internasional untuk menghentikan serangan, Israel tetap melanjutkan ofensif militernya sejak 7 Oktober 2023. Serangan tersebut telah menewaskan lebih dari 60.000 warga Palestina, merusak infrastruktur secara masif, dan memperburuk krisis kelaparan di wilayah tersebut.
Pada November lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya, Yoav Gallant, atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Selain itu, Israel juga tengah menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) atas tindakan militernya di wilayah yang terkepung itu.
(Muhammad Reyhansyah)