Komnas PA: Restorative Justice Tidak Boleh Diterapkan pada Kasus Persekusi di Cidahu

Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak, Agustinus Sirait. Dok. Instagram Komnas Anak

Komnas PA: Restorative Justice Tidak Boleh Diterapkan pada Kasus Persekusi di Cidahu

M. Iqbal Al Machmudi • 6 July 2025 13:49

Jakarta: Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak menyoroti beberapa hal krusial seperti kekhawatiran terhadap intervensi Kementerian HAM pada kasus persekusi yang menimpa anak-anak dan remaja peserta retret di Villa Cidahu, Sukabumi. Kekhawatiran ini muncul karena adanya permintaan penangguhan penahanan bagi para tersangka oleh Kementerian HAM dengan dalih restorative justice atau keadilan restoratif.

Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak, Agustinus Sirait, menegaskan restorative justice tidak boleh diterapkan dalam kasus-kasus yang menimbulkan keresahan publik, konflik sosial, dan berpotensi memecah belah bangsa. Apalagi, jika melibatkan kekerasan terhadap anak, hal ini justru menjadi pelanggaran serius.

"Insiden semacam ini dapat meninggalkan trauma mendalam bagi anak-anak, apa pun latar belakang agama yang menjadi korban, dan justru dukungan psikososial yang komprehensif dan berkelanjutan yang diperlukan mendesak. Apakah trauma anak-anak tersebut kita biarkan? Mereka adalah generasi yang nantinya akan mengisi Indonesia Emas 2045," kata Agustinus dalam keterangannya, Minggu, 6 Juli 2025.

Komnas Perlindungan Anak mendesak pemerintah memastikan konsistensi dan keselarasan dalam penegakan hukum terhadap pelaku tindakan intoleransi, tanpa kompromi atau intervensi yang dapat melemahkan proses hukum. 

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga diharapkan segera mengambil langkah konkret dan mengeluarkan pernyataan publik yang menegaskan komitmen bersama dalam melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi, termasuk yang bermotif agama.

"Percepatan finalisasi regulasi rumah doa oleh Kementerian Agama yang inklusif dan memberikan perlindungan hukum yang jelas bagi semua bentuk praktik keagamaan," ucap dia.
 

Baca Juga: 

Polisi Diminta Usut Tuntas Kasus Pembubaran Retreat Pelajar di Sukabumi


Selain itu, pembentukan protokol multikementerian yang jelas untuk penanganan insiden intoleransi beragama yang melibatkan anak, memastikan respons yang terkoordinasi dan berpusat pada korban. Kemudian, diperlukannya penyediaan layanan dukungan psikososial dan bantuan hukum yang memadai bagi seluruh anak dan remaja yang menjadi korban.

Komnas Perlindungan Anak terus memantau perkembangan kasus ini. Pihaknya segera mengirimkan bantuan psikolog untuk memberikan trauma healing kepada anak-anak yang menjadi korban dan siap berkoordinasi dengan seluruh pihak terkait untuk memastikan hak-hak anak terpenuhi serta keadilan ditegakkan. 

"Kita tidak boleh membiarkan anak-anak terus menerus menjadi korban dari tindakan kekerasan dan mempertontokan ujaran kebencian dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab," ujar dia.

Komnas Perlindungan Anak menilai insiden perusakan serta persekusi yang menimpa anak-anak dan remaja peserta retret di Villa Cidahu, Sukabumi, merupakan pelanggaran serius terhadap hak-hak dasar anak yang dijamin konstitusi dan undang-undang perlindungan anak.

Dia menegaskan setiap anak berhak atas rasa aman, bebas dari kekerasan, diskriminasi, dan perlakuan tidak manusiawi. Termasuk, dalam menjalankan keyakinan atau kegiatan keagamaan mereka.
 
"Insiden ini tidak hanya melibatkan perusakan properti, tetapi juga tindakan intimidasi dan persekusi yang secara langsung berdampak pada kondisi psikologis dan keamanan anak-anak dan remaja," ujar dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Achmad Zulfikar Fazli)