Editorial Media Indonesia: Uji Resep Menkeu Baru

Menkeu/Ilustrasi MI

Editorial Media Indonesia: Uji Resep Menkeu Baru

Media Indonesia • 13 September 2025 06:37

BEDA orang, tentulah beda gaya. Beda menteri keuangan, tentu berbeda pula gaya mengelola keuangan negara.

Di tangan Sri Mulyani yang berkali-kali menjadi menteri keuangan sejak 2005, keuangan negara boleh dibilang dikelola dengan cara yang teramat hati-hati. Kehati-hatiannya mengelola APBN sejak 2005 terlihat jelas dari karakternya yang lebih mengedepankan pencegahan ketimbang memperbaiki kerusakan di kemudian hari.

Kedisiplinannya mengelola anggaran negara diakui banyak orang sulit ditawar. Tiga presiden yang bekerja bareng bersamanya, yakni Susilo Bambang Yudhoyono, Joko Widodo, dan Prabowo Subianto, mengakui kerasnya watak Sri Mulyani agar negara tak mengalami defisit dan inflasi yang berlebih.

Konservatif, begitu sebutan banyak orang saat menilainya. Mulai dari pelaku pasar keuangan hingga kalangan pengusaha, semua menyebutnya sebagai sosok menkeu yang menghindari risiko.

"Ini uang rakyat, bukan uang nenek moyang kita," tegas Sri Mulyani di banyak kesempatan.
 

Baca: Dikucuri Hari Ini, Cek Daftar 6 Bank yang Disuntik Dana Rp200 Triliun

Kepiawaiannya mengelola uang negara terbukti teruji saat Indonesia masuk di situasi pandemi covid-19 pada 2020. Saat itu, aktivitas ekonomi terhenti, penerimaan negara ambruk, dan banyak usaha yang gulung tikar. Nyaris tak ada uang yang masuk ke kantong negara.

Kondisi itu berhadapan dengan meningkatnya belanja negara, mulai dari penanganan kesehatan, perlindungan sosial, dan penyelamatan dunia usaha. Akibatnya, defisit anggaran yang biasanya dijaga pada level 2%–3% dari produk domestik bruto (PDB), melonjak hingga lebih dari 6%. Angka yang hampir tidak pernah terjadi sejak reformasi fiskal 1998.

Di situasi kritis itu, Menkeu Sri Mulyani kemudian menjalankan skema burden sharing, yakni pembagian beban antara Bank Indonesia dan pemerintah. Pemerintah menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) untuk menutup defisit dan BI membeli sebagian SBN tersebut untuk menyuplai dana segar ke pemerintah.

Skema yang dijalankan hingga 2022 itu terbilang sangat berani dan berisiko tinggi karena bisa mendorong inflasi. Baru kali ini semua orang melihat Sri Mulyani keluar dari pakem kehati-hatiannya.

Namun, faktanya sekarang, skema itu terbukti berhasil menyelamatkan ekonomi Indonesia keluar dari krisis. Sejak 2023, ekonomi mulai berangsur pulih. Sisa-sisa kerusakan yang merupakan dampak dari pandemi covid-19, satu per satu mulai ditangani, dari lesunya industri manufaktur, rendahnya daya beli masyarakat, hingga tingginya pengangguran akibat PHK.

Semua masalah itu yang kemudian harus diselesaikan oleh pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto mulai 2024. Setelah berhasil keluar dari krisis, menurut Prabowo, ekonomi harus segera dipacu. Indonesia tak boleh lagi hanya mengandalkan mesin-mesin pertumbuhan yang sudah ada, harus diciptakan mesin baru.

Mesin-mesin baru itu di antaranya program Makan Bergizi Gratis yang diharapkan akan menggerakkan jutaan UMKM di berbagai daerah, Koperasi Merah Putih yang akan mendorong perputaran ekonomi di tingkat bawah, dan program 3 juta rumah bagi masyarakat.

Semua program itu jelas berbiaya mahal, ditambah lagi kantong APBN hingga semester II ini masih seret. Karena itu, dibutuhkan segera sebuah kebijakan baru dalam mengelola keuangan negara agar program-program ekonomi kerakyatan tersebut bisa segera bekerja.

Pandangan konservatif yang penuh kehati-hatian dinilai pemerintahan baru akan menjadi penghambat. Apalagi pada Oktober nanti, pemerintahan baru akan genap berusia satu tahun, sementara perekonomian masih jalan di tempat.

Itulah tugas utama yang diemban Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Dilantik pada Senin, 8 September 2025, ia langsung mengumumkan sejumlah resep yang akan digunakannya.

Salah satu langkahnya ialah memindahkan Rp200 triliun uang negara yang selama ini 'tidur' di Bank Indonesia ke perbankan. Lewat cara itu, Purbaya ingin agar industri perbankan segera keluar dari zona nyaman, segera mencari proyek untuk dibiayai, bukan hanya menunggu datangnya permohonan pinjaman.

Ke depan, ia bersama Bank Indonesia juga akan kembali menerapkan skema burden sharing agar beban bunga tak menjadi kendala dalam pembiayaan 3 juta rumah rakyat dan Koperasi Merah Putih. Dua contoh langkahnya itu menjadi terobosan tentunya, tapi juga berisiko tinggi.

Semua resep itu tentu belum teruji khasiatnya. Tapi, jika tak dicoba, bagaimana kita bisa tahu kadar keberhasilannya? Karena itu, kita perlu memberi kesempatan kepada Menkeu Purbaya untuk menjalankan rencananya, sembari sering mengingatkan sebagai masukan. Yang tidak kalah penting, berani bukan berarti tidak berhati-hati.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(M Sholahadhin Azhar)