Prajurit Pakistan bersiaga di wilayah yang berbatasan dengan Afghanistan. (EPA-EFE)
Muhammad Reyhansyah • 13 October 2025 15:28
Islamabad: Bentrokan senjata antara kelompok Taliban di Afghanistan dan militer Pakistan akhir pekan lalu memicu kekhawatiran akan pecahnya konflik regional yang lebih luas di Asia Selatan.
Insiden tersebut terjadi di sepanjang perbatasan barat Pakistan, dari Angoor Adda hingga Chitral dan Baramcha, dan menurut Islamabad, bukan sekadar agresi lokal, melainkan tindakan provokatif dengan implikasi geopolitik yang besar.
Militer Pakistan melaporkan sedikitnya 23 tentaranya tewas dan 29 lainnya terluka akibat serangan Taliban. Namun, laporan Associated Press mengutip juru bicara Taliban yang mengklaim jumlah korban di pihak Pakistan mencapai 58 orang.
Sebagai balasan, Pakistan mengklaim telah menewaskan lebih dari 200 anggota Taliban dan militan terkait, berdasarkan penilaian intelijen dan kerusakan di lapangan.
Bentrokan ini terjadi hanya beberapa hari setelah Kabul menuduh Islamabad melancarkan serangan udara di wilayah Afghanistan. Pemerintah Pakistan memandang insiden tersebut bukan semata pelanggaran perbatasan, tetapi juga pesan strategis dari tetangga yang semakin berani.
Waktu penyerangan pun dianggap mencurigakan, karena bertepatan dengan kunjungan Menteri Luar Negeri Afghanistan ke India, menimbulkan kecurigaan bahwa tindakan Kabul mungkin bagian dari perubahan keseimbangan politik yang lebih luas di kawasan.
Bagi Pakistan, yang selama ini menyerukan proses perdamaian “dipimpin dan dimiliki Afghanistan,” tindakan Taliban ini merupakan bentuk pengkhianatan strategis sekaligus simbolik. Kelompok yang dulu dianggap sebagai mitra yang bisa dikendalikan, kini tampak berupaya menegaskan kemandiriannya bahkan melalui kekerasan.
Perubahan Geopolitik
Mengutip dari Asia Times, Senin, 13 Oktober 2025, serangan Taliban tersebut menandai fase baru yang berisiko dalam dinamika Asia Selatan. Aksi itu menunjukkan keinginan Taliban untuk menguji ketahanan Pakistan, kemungkinan sebagai upaya memperkuat legitimasi di dalam negeri di tengah krisis ekonomi dan isolasi internasional. Namun dampaknya jauh lebih luas daripada sekadar hubungan Kabul–Islamabad.
Pakistan kini menghadapi potensi tantangan di dua front. Skenario di mana India memanfaatkan ketidakstabilan di perbatasan barat untuk menekan Pakistan dari timur tidak bisa diabaikan. Hubungan diam-diam antara India dan Taliban pun makin dalam, didorong oleh strategi dan peluang geopolitik. Dalam kondisi tekanan ganda seperti itu, militer Pakistan akan menghadapi ujian terbesar sejak konflik 1971.
Namun, Pakistan masih memiliki keunggulan geografis dan militer. Modernisasi sistem pertahanan perbatasan barat dan pengalaman panjang dalam kontra-insurgensi membuat militernya lebih tangkas dan terhubung. Respons cepat dan masif terhadap serangan Taliban termasuk penghancuran beberapa pos militan menunjukkan kesiapan itu.
Di sisi lain, Tiongkok dan Arab Saudi turut memperhatikan perkembangan ini dengan cermat. Bagi Beijing, ketegangan ini mengancam proyek Belt and Road Initiative yang bergantung pada stabilitas kawasan, khususnya melalui Koridor Ekonomi Tiongkok–Pakistan (CPEC).
Gangguan di wilayah barat Pakistan berisiko mengancam investasi besar dan keamanan perbatasan Xinjiang. Karena itu, Tiongkok kemungkinan akan menekan Taliban agar meredakan ketegangan, sambil memperkuat dukungan ekonomi dan intelijen kepada Islamabad.
Arab Saudi, yang baru saja menandatangani pakta pertahanan dengan Pakistan, memiliki kepentingan serupa. Riyadh melihat Pakistan sebagai mitra strategis sekaligus penyeimbang terhadap pengaruh Iran di Afghanistan. Dukungan finansial dan logistik dari Arab Saudi diperkirakan akan mengalir cepat guna membantu Pakistan mempertahankan kesiagaan militer tanpa membebani ekonomi domestik.
Risiko Perang Regional
Sementara itu, India berada dalam posisi yang rumit. Di satu sisi, New Delhi berupaya menjaga hubungan diplomatik dengan Taliban agar Afghanistan tidak menjadi tempat bernaung kelompok anti-India.
Di sisi lain, gangguan di barat Pakistan memberi peluang strategis bagi India untuk menekan lawannya melalui operasi intelijen atau manuver militer di Kashmir. Namun, kesalahan perhitungan sedikit saja dapat berujung bencana regional.
Apabila ketegangan meningkat menjadi konflik berkepanjangan, koordinasi militer antara Pakistan dan Tiongkok bisa semakin erat, disertai dukungan politik dari Arab Saudi. Poros tidak resmi antara ketiga negara tersebut dapat menciptakan keseimbangan kekuatan baru yang menantang ambisi regional India.
Serangan Taliban kali ini bukan hanya insiden perbatasan, tetapi ujian bagi stabilitas politik Asia Selatan. Tugas Pakistan kini adalah menetralkan ancaman tanpa memicu eskalasi lebih luas, sambil memanfaatkan hubungan dengan Beijing dan Riyadh untuk membangun front diplomatik bersama yang menekan Kabul.
Selama Afghanistan belum sepenuhnya bertransformasi dari gerakan militan menjadi pemerintahan yang bertanggung jawab, perdamaian di kawasan akan tetap rapuh. Bila India mengambil langkah konfrontatif, konflik yang semula bersifat bilateral bisa berkembang menjadi krisis regional yang melibatkan Tiongkok, Arab Saudi, bahkan Iran.
Untuk saat ini, cara Pakistan menyeimbangkan ketegasan dan kehati-hatian akan menentukan apakah insiden ini akan berakhir sebagai bentrokan perbatasan semata atau menjadi babak baru dalam sejarah ketegangan Asia Selatan.
Baca juga:
Trump Sebut Dirinya Juru Damai, Siap Tangani Konflik Pakistan–Afghanistan