Ilustrasi emas. Foto: Unplash
Eko Nordiansyah • 1 September 2025 13:23
Jakarta: Harga emas dunia (XAU/USD) memulai pekan ini dengan koreksi tipis setelah mencetak reli tajam pada akhir pekan lalu. Pada perdagangan Senin, 1 September sesi Asia, logam mulia ini diperdagangkan di sekitar USD3.440, sedikit turun dari level tertinggi 11 minggu dari USD3.447 di Jumat, 29 Agustus 2025.
Aksi ambil untung (profit taking) menjadi alasan utama pelemahan terbatas tersebut, namun tren jangka pendek dinilai masih mendukung penguatan. Menurut Andy Nugraha, analis Dupoin Futures Indonesia, kondisi teknikal saat ini memperlihatkan kecenderungan bullish yang masih kuat.
“Formasi candlestick dan pergerakan moving average menunjukkan arah positif. Jika dorongan beli berlanjut, emas berpotensi menguji level USD3.467. Namun jika terjadi koreksi, level USD3.407 akan menjadi area penopang yang perlu dicermati,” ungkap Andy dalam risetnya.
Data inflasi Personal Consumption Expenditure (PCE) Amerika Serikat yang dirilis pekan lalu sesuai dengan ekspektasi pasar. Hasil ini memberikan sentimen negatif bagi dolar AS karena tidak memperkuat argumen untuk menunda pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed).
Selain itu, ekspektasi pelonggaran moneter semakin besar setelah data ekonomi AS menunjukkan campuran sinyal. Produk Domestik Bruto (PDB) AS kuartal II tercatat tumbuh 3,3 persen secara tahunan, melampaui estimasi awal 3,0 persen.
Baca juga:
Harga Emas UBS dan Galeri 24 di Pegadaian Stagnan Hari Ini |
Namun, inflasi yang tetap di atas target The Fed belum dianggap cukup kuat untuk mengubah arah kebijakan. Menurut FedWatch CME, peluang penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan September kini mencapai 89 persen, naik dari 85 persen sebelum rilis data PCE.
Ekspektasi suku bunga yang lebih rendah menjadi katalis utama bagi emas, karena menekan imbal hasil riil obligasi dan menurunkan biaya peluang memegang logam mulia. Imbal hasil obligasi pemerintah AS juga relatif stabil. Yield Treasury 10 tahun bertahan di sekitar 4,22 persen, sedangkan yield 30 tahun di 4,90 persen. Kondisi ini memberikan ruang bagi investor untuk kembali melirik emas sebagai aset lindung nilai.
Pasar akan sangat memperhatikan pernyataan pejabat The Fed menjelang pertemuan September. Jika sikap bank sentral lebih dovish dari perkiraan, emas berpeluang melanjutkan reli. Namun, jika The Fed menahan diri untuk memberi sinyal jelas terkait pemangkasan suku bunga, koreksi harga bisa saja terjadi.
Selain faktor ekonomi, perkembangan geopolitik juga menjadi penentu arah emas. Pertemuan antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden AS Donald Trump di Alaska sempat menimbulkan harapan baru bagi negosiasi damai dengan Ukraina. Namun, ketidakpastian masih besar, dan hal ini tetap menjaga posisi emas sebagai aset safe haven.
“Dengan latar belakang ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed, stabilitas imbal hasil obligasi, serta ketegangan geopolitik yang belum mereda, emas tetap menjadi instrumen yang diburu investor. Momentum bullish yang terbentuk memberi peluang besar bagi harga untuk melanjutkan reli, sekaligus mempertegas peran emas sebagai aset lindung nilai utama di tengah ketidakpastian global,” kata dia.