Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken. Foto: EFE-EPA
Medcom • 25 June 2024 16:30
Washington: Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken meminta Israel selama pertemuan dengan menteri pertahanannya untuk menghindari eskalasi lebih lanjut di Lebanon. Desakan itu disampaikan saat mereka membahas upaya mencapai kesepakatan untuk membebaskan sandera di Gaza.
Menteri Pertahanan Yoav Gallant sedang berkunjung ke Washington untuk menegaskan kembali nilai hubungan dengan sekutu utama Israel. Hal itu terjadi setelah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengecam AS secara terbuka atas penundaan pengiriman senjata.
“Dalam pertemuan dua jam dengan Gallant di Departemen Luar Negeri, Blinken membahas diplomasi tidak langsung antara Israel dan Hamas mengenai perjanjian yang menjamin pembebasan semua sandera dan meringankan penderitaan rakyat Palestina,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri Matthew Miller, dikutip dari Malay Mail, Selasa, 25 Juni 2024.
Dalam sebuah pernyataan, Miller mengungkapkan Blinken juga menggarisbawahi pentingnya menghindari eskalasi konflik lebih lanjut dan mencapai resolusi diplomatik yang memungkinkan keluarga Israel dan Lebanon untuk kembali ke rumahnya.
Namun, ketegangan meningkat seiring meningkatnya baku tembak antara Israel dan gerakan militan Hizbullah yang didukung Iran di Lebanon.
Meski dianggap tindakan tersebut sebagai defensif, Netanyahu mengatakan pasukan Israel akan mengakhiri perang paling intens di Gaza dan pasukannya ke perbatasan utara.
Di sisi lain, Gallant juga bertemu dengan pimpinan CIA Bill Burns sebagai orang penting AS dalam negosiasi untuk membebaskan sandera dari Hamas.
“Saya ingin menekankan bahwa komitmen utama Israel adalah mengembalikan para sandera tanpa kecuali ke keluarga dan rumah mereka,” ujar Gallant sebelum memulai pertemuannya.
“Kami akan terus berupaya semaksimal mungkin untuk memulangkan mereka,” lanjutnya.
Pejabat tersebut tidak memberikan komentar lebih lanjut ketika meninggalkan pertemuan bersama Blinken dan beberapa lusin pengunjuk rasa di luar Departemen Luar Negeri meneriakinya sebagai ‘penjahat perang.’